وَلَىِٕنْ اَطَعْتُمْ بَشَرًا مِّثْلَكُمْ اِنَّكُمْ اِذًا لَّخٰسِرُوْنَ ۙ
Wa la'in aṭa‘tum basyaram miṡlakum innakum iżal lakhāsirūn(a).
Sungguh, jika menaati manusia yang seperti kamu, sesungguhnya kamu benar-benar akan merugi.
Melanjutkan ucapan tersebut, para pemuka kaum ‘Ad yang kafir itu berkata, “Dan sungguh demi Tuhan kita, jika kamu menaati manusia seperti kamu dalam apa yang ia perintahkan dan ia larang, dan kamu meninggalkan tuhan-tuhan kalian, niscaya kamu pasti akan rugi. Adakah dia menjanjikan kepada kamu bahwa apabila kamu telah mati dan dikubur, kemudian sebagian menjadi tanah dan/ atau tulang belulang, lalu sesungguhnya kamu akan dikeluarkan dari kubur kamu untuk menerima balasan?”
Pemuka orang kafir itu melanjutkan ucapannya, “Jika kamu sekalian menaati manusia biasa seperti kamu, dan mengikuti saja seruan Hud tanpa penelitian lebih dahulu, niscaya kamu akan menjadi manusia yang merugi dan tertipu.” Mereka tidak mau jika rasul itu hanya manusia biasa. Mereka ingin rasul itu dari malaikat sehingga tampak hebat dan luar biasa. Padahal jika rasul itu malaikat mereka pasti tidak mampu mengikutinya, karena karakter malaikat tidak sama dengan karakter manusia. Manusia tidak mungkin dapat mengikuti cara beribadah dan cara hidup malaikat yang tidak memiliki nafsu sehingga hidupnya selalu dan hanya untuk beribadah. Sedangkan manusia lemah, memiliki nafsu dan mudah tergoda oleh iblis dan setan.
1. Qarnan قَرْناً (Al-Mu’minūn/23: 31)
Kata qarn dapat diartikan sebagai tali yang terpintal dari bagian tumbuhan, benang dari pintalan wol, abad, umat atau generasi. Dalam ayat ini, yang dimaksud dengan qarn adalah umat atau generasi, yaitu mereka yang hidup semasa. Para ulama berbeda pendapat tentang siapa yang dimaksud dengan generasi rasul yang diungkap dalam ayat ini. Ada yang berpendapat bahwa mereka adalah kaum ‘Ad yang rasul-Nya adalah Nabi Hud, dengan alasan bahwa Al-Qur’an menyebut generasi yang sesudah Nabi Nuh adalah Nabi Hud. Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah Nabi Ṣalih dan kaumnya, yaitu Ṡamūd. Penganut pendapat ini beralasan bahwa siksaan yang disebut di sini adalah aṣ-ṣaiḥah (teriakan) yang membinasakan. Kaum Tsamud binasa karena teriakan ini, sedang kaum ‘Ad binasa karena topan dahsyat yang melanda selama tujuh hari tujuh malam.
2. Guṡā’a غُثَاءً (al-Mu’minūn/23: 41)
Guṡā’a pada mulanya berarti segala sesuatu yang terpencar atau terbengkalai dari tumbuh-tumbuhan atau sesuatu yang mengapung di laut. Kemudian kata ini juga digunakan untuk menyebut segala sesuatu yang tidak bermanfaat atau yang diremehkan. Dalam ayat ini, guṡā’a digunakan sebagai perumpamaan bagi orang-orang yang selalu berbuat zalim, yang kemudian dibinasakan Allah, sehingga pada akhirnya mereka bagaikan sampah yang dihempaskan atau dibuang karena tidak ada gunanya lagi.
Munasabah
Pada ayat-ayat yang lalu dikisahkan kebinasaan kaum Nuh akibat mendustakan nabi-Nya, dan seruan untuk mengabdi hanya kepada Allah. Pada ayat-ayat berikut ini Allah menerangkan kebinasaan kaum Ad yang mendustakan Nabi Hud a.s. Kisah ini dimunculkan dalam Al-Qur’an agar menjadi pelajaran bagi umat-umat yang datang sesudahnya kemudian, agar tidak mengingkari kerasulan seorang pesuruh Allah yang membawa mukjizat yang jelas dari Tuhannya. Bila mereka mendustakannya, maka nasib buruk yang menimpa umat-umat dahulu dapat pula menimpa mereka berdasarkan sunnatullah.

