قُلْ مَنْ رَّبُّ السَّمٰوٰتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ
Qul mar rabbus-samāwātis-sab‘i wa rabbul-‘arsyil-‘aẓīm(i).
Katakanlah, “Siapakah pemilik langit yang tujuh dan pemilik ʻArasy yang agung?”
Katakanlah, “Siapakah Tuhan yang memiliki langit yang tujuh dan yang memiliki ‘Arsy yang agung?” Mereka pasti juga akan menjawab, “Milik Allah.” Katakanlah, “Jika kamu mengakui hal itu, maka mengapa kamu tidak bertakwa dan berusaha menghindari siksa-Nya dengan menaati ajaran-Nya?”
Kemudian Allah memerintahkan pula agar Nabi Muhammad saw menanyakan kembali kepada mereka, bahwa siapakah yang mencipta-kan langit yang tujuh dan yang menciptakan ‘arsy yang besarnya meliputi langit dan bumi sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ
Kursi-Nya meliputi langit dan bumi.” (al-Baqarah/2: 255)
Siapakah yang mengatur dan mengurusnya sehingga segalanya berjalan menurut aturan yang demikian teliti dan baik. Allah menetapkan langsung jawaban atas pertanyaan ini karena pastilah jawaban orang-orang kafir ini sama yaitu pencipta itu semua adalah Allah Yang memiliki dan menguasainya. Tidak akan ada jawaban mereka selain itu karena itulah pada dasarnya kepercayaan mereka. Hanya saja mereka di samping mengakui kekuasaan Allah mereka menyembah pula sembahan-sembahan seperti berhala dan sebagainya. Kemudian Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad agar mengatakan kepada mereka, “Kalau benar Allah yang menciptakan langit yang tujuh dan menciptakan ‘arsy yang mahabesar, dan Allah-lah yang mengatur dan mengurusnya, mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya dan tidak mau mengikuti ajaran dan perintah-Nya? Kenapa kamu tetap saja menyembah berhala, sedang penyembahan selain Allah itu sangat dimurkai oleh-Nya?”
1. Al-’Arsy al-’Aẓīm اَلْعَرْشِ الْعَظِيْمِ (al-Mu’minūn/23: 86)
ﺍﻟﻌﺮﺵﺍﻟ ﻈﻴﻢ yaitu ‘arsy yang agung. Lafal ﺍﻟﻌﺮﺵ mempunyai banyak arti, antara lain yaitu: takhta, singgasana raja, istana, kemah, bangsal tempat duduk tamu-tamu kehormatan. Dalam ayat 86 Surah al-Mu’minūn ini dan pada ayat sebelumnya serta beberapa ayat sesudahnya, Allah menerangkan bahwa sesungguhnya orang-orang kafir itu memahami dan percaya bahwa pencipta, pemilik dan pengatur bumi, langit dan segala isinya adalah Allah yang mempunyai kekuasaan yang sangat besar. Tetapi mereka tidak mau taat dan beribadah kepada Allah. Mereka mengakui Allah sebagai Tuhan secara Rububiyah yaitu pemelihara dan pengatur alam ini, tetapi mereka tidak mengakui Allah secara Uluhiyah yaitu satu-satunya Zat yang wajib disembah oleh semua hamba-Nya, yang wajib ditaati semua perintah dan dihindari semua larangan-larangan-Nya. Mereka lebih senang menyembah kepada benda-benda yang konkret seperti patung berhala, karena ini lebih jelas kelihatan oleh mereka.
2. Malakūt مَلَكُوْت (al-Mu’minūn/23: 88)
Malakūt terambil dari akar kata malaka yang berarti ‘memiliki’. Malakūt adalah masdar dari malaka itu yang diberi tambahan waw dan ta’, maknanya adalah segala yang khusus kepemilikannya hanya ada pada Allah, yang diterjemahkan dengan "perbendaharaan". Pada Surah al-Mu’minūn/23:88 Allah meminta Nabi Muhammad bertanya kepada orang kafir, "Siapakah yang (menguasai) di tangannya perbendaharaan segala sesuatu, dan Ia melindungi dan tidak dilindungi, jika kalian tahu?" Dalam al-An‘ām/6:75 disampaikan, "Demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim perbendaharaan langit dan bumi," yaitu isi langit dan bumi yang begitu banyaknya sehingga bisa disebut pula "kerajaan".

