وَقُلْ رَّبِّ اَنْزِلْنِيْ مُنْزَلًا مُّبٰرَكًا وَّاَنْتَ خَيْرُ الْمُنْزِلِيْنَ
Wa qur rabbi anzilnī munzalam mubārakaw wa anta khairul-munzilīn(a).
Berdoalah, ‘Wahai Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi dan Engkau adalah sebaik-baik pemberi tempat.’”
Melanjutkan arahan-Nya kepada Nabi Nuh, Allah berfirman, “Dan apabila engkau dan orang-orang yang bersamamu telah berada di atas kapal, maka ucapkanlah, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari kejahatan dan gangguan orang-orang kafir yang zalim’. Dan berdoalah pula terutama ketika engkau turun dari bahtera itu, “Ya Tuhanku, tempatkanlah aku di mana pun yang Engkau kehendaki pada tempat yang diberkahi, dan Engkau adalah sebaik-baik pemberi tempat dan pemberi kemuliaan bagi hamba-Mu.”
Nuh disuruh berdoa pula, “Ya Tuhanku, turunkanlah aku, bila topan sudah berakhir, pada tempat yang diberkati dan hanya Engkaulah yang dapat memberi tempat yang sebaik-baiknya, yang mengetahui tempat-tempat yang cocok lagi selaras bagi kami.” Qatadah berkata, Allah mengajarkan kepada kita supaya membaca doa ini ketika naik kapal:
وَقَالَ ارْكَبُوْا فِيْهَا بِسْمِ اللّٰهِ مَجْرٰ۪ىهَا وَمُرْسٰىهَا
Da n dia berkata, ”Naiklah kamu semua ke dalamnya (kapal) dengan (menyebut) nama Allah pada waktu berlayar dan berlabuhnya. (Hūd/11: 41)
Dan ketika berada di atas kendaraan membaca:
سُبْحٰنَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هٰذَا وَمَا كُنَّا لَهٗ مُقْرِنِيْنَۙ ١٣ وَاِنَّآ اِلٰى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْ نَ
Mahasuci (Allah) yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami.” (az-Zukhruf/43: 13-14)
1. Jinnah جِنَّةٌ(al-Mu’minū n/23: 25)
Jinnah berasal dari kata kerja janna-yajunnu, yang artinya menyembunyikan. Dari kata ini muncul istilah jinn, yaitu makhluk halus yang tercipta dari api dan tidak dapat dilihat, karena ia tertutup atau tersembunyi dari penglihatan manusia. Orang gila disebut majnun, karena ketika itu akalnya tertutup, sehingga tidak dapat dipergunakan, dan ia disebut sebagai orang yang tidak berakal. Kata jinnah pada ayat ini dimaksudkan sebagai adanya ketertutupan pada akal, yakni terganggu pikirannya. Namun pemuka masyarakat dari umat Nabi Nuh tidak menganggap bahwa Nabi Nuh betul-betul gila, karena mereka tahu betul bahwa ia memang tidak gila.
2. At-Tannūr اَلتَّنُّوْرِ(a l-Mu’minūn/23: 27)
Dari segi bahasa tannūr dapat diartikan sebagai tempat memasak makanan atau periuk. Ulama berbeda pendapat tentang maksud kata tersebut pada ayat ini. Ada yang memahaminya dalam arti permukaan bumi, yakni muka bumi yang memancarkan air yang deras sehingga menyebabkan timbulnya banjir yang besar, dan ada pula yang memahaminya sebagai pegunungan atau dataran tinggi, karena air bah atau banjir itu biasanya datang dari daerah yang tinggi. Kata ini dapat pula dipahami secara majazi (kiasan), yakni murka Allah telah benar-benar menjadi besar.
3. Al-Mubtalīna اَلْمُبْتَلِيْ نَ(Al-Mu’minūn/23: 30)
Al-mubtalīna merupakan bentuk jamak muzakar salim dari al-mubtalī. Kata ini merupakan bentuk ism fa’il dari kata kerja ibtalā-yabtalī yang artinya menguji atau mengetahui. Dengan demikian mubtalī berarti penguji. Dalam ayat ini, kata ini mengisyaratkan bahwa Allah memperlakukan manusia bagaikan perlakuan penguji guna mengetahui siapa yang taat dan siapa pula yang durhaka di antara mereka. Selain itu, hal ini juga untuk menegaskan bahwa hidup ini penuh dengan ujian yang dilakukan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Ujian tersebut bermacam-macam, ada ujian yang berkaitan dengan kesabaran atau kesyukuran, ada ujian untuk meningkatkan kualitas diri atau untuk mendidik, ada juga ujian untuk pembersihan batin dan penghapusan dosa.

