v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
Ayat 3 - Surat Al-Ma‘ārij (Tempat-Tempat Naik)
المعارج
Ayat 3 / 44 •  Surat 70 / 114 •  Halaman 568 •  Quarter Hizb 57.5 •  Juz 29 •  Manzil 7 • Makkiyah

مِّنَ اللّٰهِ ذِى الْمَعَارِجِۗ

Minallāhi żil-ma‘ārij(i).

dari Allah, Pemilik tempat-tempat (untuk) naik.

Makna Surat Al-Ma‘arij Ayat 3
Isi Kandungan oleh Tafsir Wajiz

azab itu datangnya dari Allah, yang memiliki tempat-tempat naik yaitu tempat naiknya para malaikat atau amal-amal manusia

Isi Kandungan oleh Tafsir Tahlili

Azab itu datang dari Allah pada waktu yang telah ditentukan, dan jika datang, tidak seorang pun yang dapat menolaknya. Maksud perkataan “żil-ma‘ārij” (mempunyai tangga) yang terdapat dalam ayat ini adalah bahwa azab datang dari Allah Yang Mahatinggi dan Mahasempurna. Tidak ada sifat kekurangan sedikit pun pada Allah, dan kedatangan azab itu semata-mata atas kehendak dan keputusan-Nya, bukan berdasarkan permintaan makhluk, seperti yang dilakukan oleh an-Nażar bin al-Ḥāriṡ itu.

Dari ayat ini dipahami bahwa seakan-akan orang musyrik tidak mengetahui kemuliaan dan kebesaran Allah. Seakan-akan kepada Allah, dapat dimintakan seluruh kehendak dan keinginan mereka, sebagaimana yang mereka lakukan terhadap berhala-berhala.

Isi Kandungan Kosakata

1. Al-Ma‘ārij الْمَعَارِجُ (al-Ma‘ārij/70: 3)

Al-Ma‘ārij adalah bentuk jamak (plural) dari kata mi‘raj yang berasal dari kata ‘araja-ya‘ruju yang berarti naik ke atas. Dengan demikian, mi‘raj adalah alat yang digunakan untuk naik. Mi‘raj adalah peristiwa naiknya Nabi Muhammad dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha. ‘Araja juga diartikan dengan bertempat tinggal sehingga aṭ-Ṭabāṭabā‘ī dalam tafsirnya al-Mīzān memahami al-ma‘ārij dengan maqam (derajat/tempat) para malaikat. Dalam Al-Qur’an, kata ini dengan berbagai bentuk derivasinya terulang sebanyak 9 kali. Kesemuanya digunakan dalam arti naik, sinonim dengan lafal ṣu‘ūd dan antonim dari inzāl (turun), kecuali dalam an-Nūr/24: 61 dan al-Fatḥ/48: 17. Dalam kedua surat tersebut diungkapkan dengan kata al-a‘raj dalam arti orang yang pincang. Dinamakan demikian karena al-a‘raj cara berjalannya seperti seseorang sedang naik atau mendaki.

Dalam konteks ayat ini, Allah menjelaskan bahwa Dia adalah Pemilik tempat-tempat naik (al-ma‘ārij), yaitu pemilik semua langit yang merupakan sumber kekuatan dan keputusan. Pelakunya adalah para malaikat dan rūḥ untuk menggambarkan betapa sulit dan jauh tempat itu, serta betapa agung Allah. Dari tempat tersebut, malaikat-malaikat dan rūḥ naik kepada-Nya dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun dalam hitungan manusia. Para ulama mengartikan kata rūḥ di sini dengan Malaikat Jibril atau jiwa seorang mukmin yang dengan amal salehnya, ia naik kepada-Nya yakni ke tempat turunnya perintah Allah, atau ketinggian yang mampu dicapai makhluk masing-masing sesuai dengan maqam mereka di sisi Allah.

2. Laẓā لَظَى (al-Ma‘ārij/70: 15)

Laẓā terambil dari kata laẓiya-yalẓā-laẓan, yang berarti api murni yang bergejolak. Sifat api ini sangat panas dan bisa membakar apa yang ada atau membakar dirinya sendiri jika tidak ada sesuatu yang dibakar. Laẓa menjadi sebuah nama untuk neraka Jahanam, karena sifat apinya yang bergejolak dan sangat panas. Kata laẓā terulang hanya dua kali yaitu dalam ayat ini dan Surah al-Lail/92: 14 (faanżartukum nāran talaẓẓā).

Pada ayat ini, Allah menjelaskan tentang siksa yang akan dialami orang-orang kafir. Pada ayat sebelumnya digambarkan mengenai keadaan hari kiamat. Langit yang kelihatan luas dan kokoh akan terburai pada hari itu seperti luluhan perak. Gunung-gunung yang menancap kuat dan kukuh akan hancur seperti kapas yang beterbangan. Pada saat itu, tidak ada seorang pun yang bisa menjadi penyelamat walaupun teman akrab saat di dunia. Para pendurhaka itu bahkan berharap seandainya anak-anak, teman, istri, dan keturunannya bisa dijadikan sebagai tebusan, tentu akan mereka serahkan asal bisa selamat dari siksaan tersebut. Pada ayat ini, Allah menegaskan bahwa sekali-kali hal tersebut tidak bisa dilakukan, karena pada hari itu tidak ada tawar menawar dan negosiasi. Penyesalan tidak akan ada artinya sama sekali. Bahkan sebaliknya, mereka akan dimasukkan ke dalam neraka yang bergejolak, yang bisa mengelupaskan kulit kepala dan kulit tubuh mereka. Neraka ini disediakan bagi mereka yang membelakangi keimanan dan kebenaran serta yang berpaling dari ajakan Rasul, juga mereka yang mengumpulkan harta dan enggan untuk menafkahkannya.