v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
Ayat 3 - Surat Al-Lahab (Gejolak Api)
اللّهب
Ayat 3 / 5 •  Surat 111 / 114 •  Halaman 603 •  Quarter Hizb 60.75 •  Juz 30 •  Manzil 7 • Makkiyah

سَيَصْلٰى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۙ

Sayaṣlā nāran żāta lahab(in).

Kelak dia akan memasuki api yang bergejolak (neraka),

Makna Surat Al-Lahab Ayat 3
Isi Kandungan oleh Tafsir Wajiz

Sebagai balasan atas kekejiannya kepada Nabi Muhammad dan dosa-dosanya yang lain, kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak dan membakar seluruh tubuhnya secara terus-menerus. Dia tidak akan pernah mati di dalamnya dan tidak pula akan keluar darinya.

Isi Kandungan oleh Tafsir Tahlili

Dalam ayat ini, Allah menegaskan bahwa Abū Lahab akan masuk neraka yang bergejolak dan merasakan panasnya azab neraka. Maksud pernyataan ini adalah bahwa sesungguhnya Abū Lahab akan mengalami kerugian, usahanya tidak akan berhasil dalam menentang agama Allah. Tidak ada gunanya harta, usaha, dan daya upaya untuk itu, karena Allah yang meninggikan kalimah Rasul-Nya, dan menyebarluaskan dakwahnya. Abū Lahab akan diazab pada hari Kiamat dengan neraka yang menyemburkan bunga api dan suhunya yang sangat panas, Azab itu disediakan Allah untuk orang-orang seperti Abū Lahab dari kalangan orang-orang kafir yang menentang Nabi, selain azab di dunia dengan kegagalan usahanya. Istrinya sebagai pembantu utama dalam usaha menentang dan menyakiti Rasulullah saw akan diazab juga bersama-sama. Selain daripada itu, istrinya juga menyebar fitnah ke mana-mana, menyebar berita-berita bohong, dan menghidupkan api permusuhan.

Isi Kandungan Kosakata

Abī Lahab اَبِيْ لَهَبٍ (al-Lahab/111: 1)

Ada tiga nama yang biasa dipakai sebagai judul surah Makkiyyah ini: al-Masad, al-Lahab, dan Tabbat, yang semua mengacu pada Abū Lahab, julukan yang biasa dikenakan kepadanya. Judul ini diambil dari kata-katanya sendiri yang memaki-maki kemenakannya, Muhammad saw. Abū Lahab adalah salah seorang paman Nabi Muhammad. Abū Lahab adalah gelarnya, yang berarti “bapak nyala api,” atau “si nyala api”. Diberi gelar demikian karena warna kulitnya yang putih terang kemerah-merahan seperti nyala api dan berwajah tampan, serta wataknya yang keras berapi-api. Nama yang sebenarnya Abdul-‘Uzza, salah seorang dari sepuluh anak ‘Abdul Muṭallib, anak tunggal dari ibu yang lain. Di antara mereka bersaudara yang terbilang kaya hanya ‘Abbās dan Abū Lahab, dan keduanya pedagang besar. Abū Lahab sangat beringas, jarang dapat bergaul baik dengan orang, saudara-saudaranya sendiri pun menjauhinya. Sejak awal sampai akhir hayatnya, ia paling keras memusuhi kemenakannya itu, lebih-lebih setelah Nabi membawa ajaran bahwa semua sama di hadapan Tuhan, dan yang akan dinilai hanya yang sesuai dengan perbuatannya. Keangkuhan memang sudah menjadi bawaannya sejak dulu, ditambah lagi karena kekayaannya, ia menjadi sangat sombong.

Ketika Nabi saw mengundang kaum Quraisy dan sanak saudaranya sendiri untuk mendengarkan ajakannya dan memperingatkan mereka terhadap segala perbuatan dosa kaumnya, kemarahan laki-laki yang berbadan gemuk, “Si Nyala Api,” yang cepat naik darah itu pun meledak dan mengutuk Nabi, “Celaka engkau!” Setelah itu turunlah Surah al-Lahab ayat 1-3.

Abū Jahal adalah teman dekat Abū Lahab, dan keduanya termasuk penghasut perang yang paling bersemangat. Mereka memusuhi Islam dan Nabi secara pribadi. Abū Jahal terbunuh dalam Perang Badar, tetapi Abū Lahab yang bertubuh besar dan gemuk tidak ikut terjun ke medan pertempuran, hanya tinggal di Mekah. Istri Abū Lahab, Ummu Jamīl, perempuan yang sama bengisnya dengan suaminya, menyimpan kebencian dan kedengkian kepada Nabi, orang yang begitu ramah terhadap siapapun, rendah hati, dan berhati bersih. Ia mengumpulkan ranting-ranting berduri yang diikat dengan tali serat kurma yang sudah dipintal, malam harinya membawa dan menyebarkannya ke tempat-tempat yang diperkirakan akan dilalui oleh Nabi, yang disebutkan di atas sebagai “pembawa kayu bakar” serta berbagai perbuatan keji semacamnya.

Setelah Abū Lahab tahu pasukan Quraisy yang dibina dan dibanggakannya mengalami kekalahan telak dalam perang itu, pemuka-pemuka mereka banyak yang terbunuh, seminggu kemudian ia pun mati mendadak di rumahnya, digerogoti oleh api dendam, kemarahan, dan kedengkiannya sendiri. Sumber lain menyebutkan, tak lama setelah peristiwa di Badar itu, ia jatuh sakit, terserang penyakit kulit sejenis bisul yang sangat menular. Penyakit mematikan ini yang mengakhiri hidupnya. Ia dibiarkan selama tiga hari tidak dikuburkan hingga membusuk. Karena takut tertular, anaknya sendiri pun memandikannya dengan menyiramkan air dari kejauhan. Akhirnya oleh orang-orang Quraisy yang juga mau menjauhkannya, mayatnya dibawa ke luar kota Mekah, lalu dibaringkan dan ditimbun dengan batu-batuan.