يٰٓاَيُّهَا الْاِنْسَانُ اِنَّكَ كَادِحٌ اِلٰى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلٰقِيْهِۚ
Yā ayyuhal-insānu innaka kādiḥun ilā rabbika kadḥan fa mulāqīh(i).
Wahai manusia, sesungguhnya engkau telah bekerja keras menuju (pertemuan dengan) Tuhanmu. Maka, engkau pasti menemui-Nya.751)
Wahai manusia! Sesungguhnya kamu ketika di dunia telah bekerja keras siang dan malam untuk terus berbuat baik maupun buruk guna menuju kepada Tuhanmu, maka pada akhirnya pasti kamu akan menemui-Nya. Tiap hari yang seseorang lalui pada hakikatnya adalah langkah menuju kematian, menuju pertemuan dengan Tuhannya, berbekal amal masing-masing, lalu Tuhan akan memberinya balasan yang setimpal.
Dalam ayat ini, Allah mengungkapkan bahwa manusia dalam masa hidupnya bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mencapai cita-citanya. Setiap langkah manusia sesungguhnya menuju kepada akhir hidupnya, yaitu mati. Hal ini berarti kembali kepada Allah. Oleh karena itu, manusia akan mengetahui tentang baik buruk pekerjaan yang telah mereka kerjakan.
1. Ḥuqqat حُقَّتْ (al-Insyiqāq/84: 2)
Kata ḥuqqat adalah fi‘il māḍī (kata kerja lampau) dengan mabnī majhūl, dari ḥaqqa-yaḥiqqu-ḥaqqan. Kata ḥaqqa di-mu’annaṡ-kan (difemininkan) menjadi ḥaqqat. Ḥaqqat mabnī majhūl-nya ḥuqqat. Kata al-ḥaqq artinya berhak atau pantas. Dengan demikian, kata ḥuqqat dalam ayat ini, langit diberi hak atau langit itu dibuat pantas untuk patuh dan taat kepada perintah Tuhannya. Menurut penafsiran Ibnu al-Jauzī, ḥuqqat maksudnya memang berhaklah langit untuk mematuhi perintah Tuhannya yang telah menciptakannya. Artinya, memang menjadi kodrat langitlah untuk taat dan berserah diri sepenuhnya kepada perintah Tuhan, yang menciptakan dan mengendalikannya.
2. Kadḥ an كَدْحًا (al-Insyiqāq/84: 6)
Kadḥ adalah isim maṣdar dari kadiḥa-yakdaḥu-kadḥan. Isim fā‘il-nya kādiḥ. Kadḥ pada mulanya berarti “usaha sungguh-sungguh hingga letih dalam melakukan kegiatan”. Menurut az-Zajjāj, secara bahasa, al-kadḥ sama maksudnya dengan as-sa‘yu (berusaha). Manusia dalam bekerja pada dasarnya berusaha dengan sungguh-sungguh, dengan melihat masa yang akan datang baik pendek maupun panjang. Demikian yang dilakukannya hingga berakhir umurnya dengan kematian dan perjumpaan dengan Allah. Atas dasar itulah sehingga ayat ini menyatakan bahwa usaha manusia berlanjut hingga akhirnya ia pasti berjumpa dengan Allah, dan bahwa perjalanan menuju Allah adalah sesuatu yang pasti dan tak dapat dihindari.
3. Ṡubūran ثُبُوْرًا (al-Insyiqāq/84: 11)
Ṡubūr adalah isim maṣdar yang kedudukannya sebagai ḥāl (menerangkan keadaan). Menurut az-Zajjāj, kata ṡubūr dalam penuturan orang Arab sering disamakan dengan ungkapan yā wailah yā ṡubūrah (aduh celaka, aduh celaka), dan hal itu sering dikatakan oleh setiap orang yang jatuh dalam kebinasaan. Setiap orang yang nasibnya buruk di akhirat dan menerima catatannya dari belakangnya, nanti akan berseru (berteriak), ṡabartu ṡubūran, ”celakalah aku”.
4. Yaḥūra يَحُوْرَ (al-Insyiqāq/84: 14)
Kata yaḥūr adalah fi‘il muḍāri‘ (kata kerja berkelanjutan), dari ḥāra-yaḥūru-hūran. Ahli bahasa Arab berkata bahwa kata al-ḥūr secara bahasa artinya kembali (ar-rujū‘). Lan yaḥūra maksudnya tidak lain adalah lan yarji‘a. Ayat ini maksudnya “dia menduga bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali ke akhirat dan tidak pula dibangkitkan. Itu merupakan pandangan orang kafir. Kata yaḥūru maknanya kembali hidup setelah kematian. Yang dimaksud adalah bahwa yang bersangkutan (orang kafir) mengingkari hari kebangkitan. Bagi orang kafir, hidup dan kehidupan hanyalah di dunia, setelah itu semua makhluk hidup akan mati dan habis ditelan masa. Tidak ada yang namanya “kembali”.

