رَبَّنَآ اِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ لِيَوْمٍ لَّا رَيْبَ فِيْهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيْعَادَ ࣖ
Rabbanā innaka jāmi‘un-nāsi liyaumil lā raiba fīh(i), innallāha lā yukhliful-mī‘ād(a).
Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkaulah yang mengumpulkan manusia pada hari yang tidak ada keraguan padanya.” Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.
Mereka tidak hanya mengajukan permohonan yang berkaitan dengan kehidupan di dunia, tetapi juga menegaskan keyakinan tentang keniscayaan hari Akhir.”Ya Tuhan kami, Engkaulah yang mengumpulkan manusia pada hari yang tidak ada keraguan padanya, yaitu pada hari kiamat.” Sungguh, Allah tidak menyalahi janji.
Dalam doa orang-orang yang ilmu pengetahuannya telah mendalam itu tergambar pula keyakinan mereka, yaitu mereka meyakini kedatangan hari kiamat, dan setelah itu Allah mengumpulkan seluruh makhluk-Nya untuk diperhitungkan segala amal perbuatannya yang telah mereka perbuat selama mereka hidup di dunia. Mereka yakin bahwa pada hari itu Allah membalas amal baik dengan pahala yang berlipat ganda, dan membalas semua perbuatan dosa dengan azab yang setimpal.
Kedatangan hari akhirat dan pengumpulan makhluk pada hari itu, merupakan janji Allah kepada manusia. Orang-orang yang ilmu pengetahuannya mendalam, yakin benar bahwa Allah pasti menepati janji-Nya.
1. Muḥkamāt مُحْكَمَاتْ (Āli ‘Imrān/3: 7)
Kata muḥkamāt dalam surah Āli ‘Imrān, ayat 7, merupakan sifat dari kata ayat sebelumnya. Kata āyātun muḥkamāt berarti ayat-ayat yang muḥkamāt. Kalau yang disebutkan ayat, maka sifatnya adalah muḥkamāt. Kalau yang disifati naṣ (teks), maka sifatnya adalah muḥkam, sehingga lahirlah dua macam terminologi, yaitu ayat muhkamat atau naṣ muḥkam. Ada juga yang mengatakan, kata muḥkamat bentuk jamak dari kata muḥkam, sebagaimana kata mutasyābihāt merupakan bentuk jamak dari kata mutasyābih. Secara harfiah, muḥkam atau muḥkamāt artinya kukuh atau yang dikukuhkan (al-mutqan). Kata dasar dari kalimat ini adalah (ḥakm) yang berarti mencegah, menolak. Bangunan yang kukuh disebut binā′ – muḥkam karena bisa mencegah dari ambruk. Secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam memberikan batasan tentang arti kata muḥkamat yang terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur′an. Sebagian dari mereka ada yang mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan muḥkamāt ialah ayat yang telah jelas maknanya, sehingga tidak perlu ta′wīl atau takhṣīṣ. Dalam terminologi ulama tafsir, ayat-ayat muḥkamāt cenderung mudah ditangkap maknanya karena memang jelas tunjukkannya pada makna tersebut.
2. Mutasyābihāt مُتَشَاِبهَاتْ (Āli ‘Imrān/3: 7)
Kata mutasyābihāt juga merupakan sifat bagi kata ayat. Secara bahasa, kata ini berarti serupa dan samar. Ayat mutasyābihāt berarti ayat yang maknanya samar; dalam arti tidak jelas tunjukan maknanya di antara berbagai kemungkinan makna. Dalam rangka memperoleh kejelasan makna yang dimaksud, seorang ulama perlu melakukan perenungan mendalam (ijtihad) dalam rangka menetapkan pilihan makna yang sesuai dengan spirit ajaran Al-Qur′an dan sunah. Penetapan makna yang sesuai itu diperoleh melalui kerangka takwil, yang batasannya, antara lain, adalah: memalingkan suatu lafal dari maknanya yang hakiki (harfiah) ke arah salah satu dari beberapa kemungkinan makna yang ada, dengan syarat makna yang dipilih itu sesuai dengan spirit ajaran Al-Qur′an dan sunah. Jadi, ayat mutasyābihāt atau nas mutasyābih, dalam dirinya, membawa sebuah tantangan bagi ulama untuk melakukan penakwilan agar makna yang tersamar menjadi jelas. Ayat mutasyābihāt yang telah di-muḥkamat-kan melalui proses penakwilan, relatif telah jelas maknanya, dan tidak lagi dianggap sebagai ayat mutasyābihāt.

