v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
User Photo Profile

Al-Fatihah

@alfatihah
375 poin
Surah Al-Fātiḥah, yang berarti "Pembuka", adalah surah pertama dalam Al-Qur'an, terdiri dari tujuh ayat dan diturunkan di Mekah. Surah ini dikenal sebagai induk Al-Qur'an karena mengandung inti ajaran Islam, meliputi akidah, ibadah, dan hukum. Membaca Al-Fātiḥah dalam salat adalah wajib, menjadikannya esensial dalam praktik keagamaan. Surah ini juga berfungsi sebagai panduan bagi umat untuk mengikuti jalan yang lurus menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
الفاتحة
Al-Fātiḥah
Pembuka
Surat ke 1 • 7 Ayat • Halaman 1 • Makkiyah

Nama, Tempat Diturunkan, dan Jumlah Ayat

Surah pertama al-Fātiḥah mempunyai bermacam-macam nama, antara lain:

  • Surah al-Fātiḥah Kata “Fātiḥah” terambil dari kata kerja fataḥa yang berarti “membuka” atau “memulai”. Sedangkan “al-” adalah kata sandang, artikel definitif, itu, penunjuk suatu kata benda. Al-Fātiḥah di sini berarti “Pembuka” atau “Pemula”. Surah ini dinamakan “al-Fātiḥah” karena dengan surah inilah dibuka Al-Qur’an, artinya dengan surah inilah dimulai susunan surah-surah Al-Qur’an. Peletakannya di permulaan Al-Qur’an berdasarkan tauqīfi, artinya perintah dari Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw.
  • Ummul-Qur’ān atau Ummul-Kitāb Di samping nama “al-Fātiḥah“, surah ini juga dinamakan Ummul-Qur’ān (Induk Al-Qur’an) atau Ummul-Kitāb (Induk Al-Kitab), karena merupakan induk, pokok, atau basis bagi Al-Qur’an seluruhnya, dengan arti bahwa surah al-Fātiḥah mengandung pokok-pokok isi Al-Qur’an
  • As-Sab‘ul Maṡānī Surah al-Fātiḥah juga dinamai as-Sab‘ul-Maṡānī (tujuh yang berulang-ulang). Dinamai demikian karena ayatnya berjumlah tujuh, dan dibaca berulang-ulang dalam salat.

Salat tidak sah tanpa membaca surah al-Fātiḥah, berdasarkan Hadis:
لَا صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ. (رواه اصحاب الستة عن عبادة بن الصامت)
Tidak sah salat bagi orang yang tidak membaca al-Fātiḥah. (Riwayat Aṣḥābus-Sittah dari ‘Ubadah bin aṣ-Ṣāmit)

Selain beberapa nama yang disebutkan, masih ada nama-nama lain, yaitu al-Kanz (Perbendaharaan), al-Ḥamd (Pujian), aṣ-Ṣalāh (Salat), al-Wāqiyah (Yang Me-lindungi), Asāsul-Qur'ān (Pokok-pokok Al-Qur’an), asy-Syāfiyah (Penyembuhan), al-Kāfiyah (Yang Mencukupi), ar-Ruqyah (Bacaan untuk Pengobatan), asy-Syukur (Syukur) ad-Du’ā (Doa) dan al-Asās (Asas Segala Sesuatu). Surah al-Fātiḥah diturunkan di Mekah, jadi termasuk surah Makkiyyah. Surah ini diturunkan pada waktu pertama kali disyariatkan salat dan diwajibkan membacanya di dalam salat, karena itu, ia adalah surah yang pertama diturunkan dengan lengkap. Dalam surah ini terdapat kesimpulan dari isi keseluruhan Al-Qur’an.

Pokok-Pokok Isinya

Telah disebutkan di atas, bahwa surah al-Fātiḥah adalah induk dari Al-Qur’an seluruhnya, sehingga ia merupakan intisari dari isi Al-Qur’an, yaitu:

  • Akidah
  • Ibadah
  • Hukum-hukum
  • Janji dan ancaman
  • Kisah-kisah.

Akidah

Akidah adalah yang pertama kali dibawa oleh Al-Qur’an dan diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. Para nabi dan rasul yang telah diutus sebelum Muhammad saw. juga menanamkan keimanan ini sejak pertama kali mereka diutus kepada umatnya. Keimanan yang dikandung oleh Al-Qur’an meliputi keimanan kepada Allah, para rasul-Nya, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab yang telah diturunkan-Nya, hari akhirat serta qaḍa' dan qadar. Pada waktu Al-Qur’an diturunkan, keimanan yang dibawa oleh para rasul sebelumnya sudah kabur, tauhid yang murni tidak ada lagi. Kepada umat-umat terdahulu telah diutus para rasul, dan mereka telah mempunyai kitab-kitab samawi. Mereka kemudian memandang para rasul, orang-orang saleh, dan malaikat-malaikat sebagai Tuhan. Kitab-kitab samawi yang dibawa oleh para nabi dan rasul kepada mereka sudah diubah oleh tangan mereka sendiri. Bangsa Arab, baik yang telah pernah menganut ajaran-ajaran Nabi Ibrahim, maupun tidak, sebagian besar telah menjadi penganut kepercayaan waṡani, penyembah patung dan dewa-dewa, sehingga menurut riwayat, di sekitar Ka‘bah terdapat 360 buah patung. Maka, datanglah Al-Qur’an untuk menyucikan akidah manusia dari berbagai kotoran syirik, dengan membawa akidah tauhid yang murni, yang tidak dicampuri sedikit pun oleh berbagai kepercayaan dan perbuatan menuhankan sesuatu dalam alam ini. Akidah tauhid yang dibawa oleh Al-Qur’an itu adalah akidah yang amat jelas dan tegas, dapat dipahami akal, dan yang paling sempurna. Tuhan Yang Maha Esa, Dialah yang Khalik, sedang selain Dia adalah makhluk. Tak ada permulaan-Nya, dan tak ada kesudahan-Nya. Mahakuasa, Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Mengetahui. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Tidak ada sesuatu yang serupa dengan Dia. Alam semesta ini makhluk Allah, yang akan lenyap dan binasa dengan kehendak Allah, karena keberadaannya juga dengan kehendak Allah.

Di dalam surah al-Fātiḥah, akidah tauhid ini terdapat dalam ayat-ayat:

a. اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ ٢

“Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam”

Maksud ayat “Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam,” adalah bahwa yang berhak dipuji hanyalah Allah, maka pujian haruslah dihadapkan kepada-Nya. Yang dimaksud dengan “semua puji” meliputi: (1) puji Tuhan kepada diri-Nya; (2) puji Allah kepada makhluk-Nya; (3) puji makhluk kepada makhluk; dan (4) puji makhluk kepada Tuhannya. Pada hakikatnya, segala puji itu milik Allah. Seseorang dipuji karena sifat-sifat yang mulia yang ada pada dirinya, atau karena perbuatan, jasa dan budi baiknya. Pujian itu hanya semata-mata milik Allah, karena Dialah yang mempunyai sifat-sifat yang sempurna yang menyebabkan Dia berhak dipuji, umpama: sifat Maha Esa, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Mahakuasa, Mahaadil, Maha Mengetahui, Maha Pengampun, Maha Pemaaf dan lain sebagainya. Pernyataan seorang hamba bahwa hanya Allah sajalah yang mempunyai sifat-sifat yang sempurna dan bahwa Dia sajalah yang telah memberi nikmat dan karunia, merupakan inti dari keimanan kepada Allah dan merupakan akidah tauhid yang sebenarnya. Keimanan kepada Allah dengan segala sifat kesempurnaan-Nya, dan akidah tauhid yang murni adalah ajaran Islam yang terpenting. Sebab itu di dalam ayat ini ditegaskan bahwa Allah Rabb bagi seluruh alam. Kata Rabb itu selain bermakna “Pemilik” juga berarti “Pendidik” atau “Pengasuh”. Dengan ini jelas bahwa apa pun yang berada dalam alam ini adalah kepunyaan Allah. Dialah yang menciptakan, mendidik, mengasuh, menumbuhkan dan memeliharanya. Tidak ada yang bersekutu dengan Dia. Sejalan dengan ini, maka makhluk itu bagaimanapun kecil dan halusnya dan jauh tempatnya tetap berada di bawah pengetahuan, lindungan dan pemeliharaan Allah. Allah telah memberikan kepada makhluk-Nya suatu bentuk, lalu dikaruniakan-Nya akal, naluri dan kodrat alamiah yang dapat dipergunakan untuk kelanjutan hidupnya. Sesudah itu berbagai nikmat tersebut tidak dilepaskan begitu saja oleh Allah, melainkan selalu dipelihara, dilindungi dan dijaga-Nya. Pendidikan, pemeliharaan, penumbuhan oleh Allah terhadap makhluk-Nya haruslah diperhatikan dan dipelajari oleh manusia dengan sedalam-dalamnya, dan memang sejak dahulu sampai sekarang telah diperhatikan dan dipelajari oleh para pemikir dan para sarjana, sehingga telah menjadi sumber berbagai macam ilmu pengetahuan, yang dapat menambah keyakinan manusia kepada keagungan dan kebesaran Allah, serta berguna bagi masyarakat.

b. الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ ٣ (الفاتحة)

“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.”

Ayat ini berisi keimanan, karena dalam ayat ini dinyatakan dengan lebih jelas akidah tauhid. Ayat ini menerangkan bahwa hanya Allah sajalah yang berhak disembah dan hanya kepada Allah sajalah manusia seharusnya memohon pertolongan. Jadi, manusia sebagai makhluk Allah, haruslah berhubungan langsung dengan Allah sebagai Khaliknya. Ketika manusia berdoa memohon sesuatu haruslah langsung ditujukan kepada Allah, Khaliknya tanpa perantaraan siapa dan apa pun juga. Dengan demikian, terbasmilah sampai ke akar-akarnya kepercayaan syirik (mempersekutukan Allah, membesarkan apa pun selain Allah) kepercayaan waṡani, pagan (menyembah dewa-dewa, matahari, bulan, bintang-bintang, dan lain-lain), kepercayaan majusi (menyembah api) dan sebagainya, yaitu kepercayaan yang banyak berkembang dan dianut oleh segala bangsa, sebelum datang agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. Kedua ayat yang disebutkan itu:
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
adalah inti keimanan dan tauhid. Ayat-ayat lain, yang menyeru kepada tauhid dan memberantas kepercayaan syirik waṡani, majusi, dan sebagainya, adalah penjelasan dari kedua ayat itu.

Pada dasarnya, semua ayat isi surah al-Fātiḥah itu sejak dari
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
sampai dengan
صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
menerangkan akidah tauhid.

Ibadah

Ibadah adalah buah dari keimanan kepada adanya Allah, dengan segala sifat kesempurnaan-Nya. Orang yang meyakini adanya segala sifat kesempurnaan-Nya akan menyembah Allah. Ajaran ibadah ini dipaparkan di dalam surah al-Fātiḥah dengan firman-Nya:
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.

Di dalam ayat ini Allah mengajari hamba-Nya agar menyembah hanya kepada Allah semata. Maka ayat ini selain mengandung ajaran tentang tauhid, juga mengandung ajaran ibadah kepada Yang Maha Esa itu.
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus.

Untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat, Allah mengadakan peraturan-peraturan, hukum-hukum, menjelaskan kepercayaan, memberi pelajaran dan contoh-contoh. Ini semua adalah laksana jalan lurus yang dibentangkan Allah yang mengantarkan manusia kepada kebahagiaannya di dunia dan di akhirat. Maka berbahagialah mereka yang menjalaninya dan sengsaralah orang yang menghindari diri dari jalan itu. Mengikuti jalan yang lurus ini artinya ialah beribadah kepada Allah, dengan mematuhi peraturan-peraturan, menjalankan hukum-hukum, dan berpegang kepada akidah yang benar, mengambil pelajaran dan teladan dari contoh-contoh yang telah diberikan Allah. Hal itu diterangkan dalam ayat-ayat lain, yang menjadi uraian dari surah al-Fātiḥah ini. Ibadah tidak dapat dipisahkan dari tauhid, sebagaimana tauhid pun tidak dapat dipisahkan dari ibadah, karena ibadah adalah buah dari tauhid, dan ia tak mempunyai nilai dan harga kalau timbulnya tidak dari perasaan tauhid. Demikian pula halnya dengan tauhid, yakni tauhid itu tidak akan subur hidupnya di dalam jiwa dan raga manusia, kalau tidak selalu dipupuk dengan ibadah. Sebab itu, di dalam surah al-Fātiḥah ini, di samping disebut tauhid, disebut juga ibadah. Kedua-duanya secara ringkas akan diikuti dengan penjelasan-penjelasan pada ayat-ayat lain di dalam surah-surah yang lain.

Hukum-Hukum

Dalam rangka beribadah kepada Allah untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat, Allah menetapkan hukum-hukum dan peraturan-peraturan; ada yang berkenaan dengan hubungan manusia dengan Allah, hubungan dengan masyarakat dan alam seisinya. Di dalam Al-Qur’an banyak didapati ayat yang berhubungan dengan hukum dan peraturan itu. Semua ayat ini adalah penjelasan dari apa yang telah dicantumkan dalam surah al-Fātiḥah. Allah memberi tuntunan hukum dan peraturan dalam firman-Nya:
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus

Jalan yang menyampaikan manusia kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, yaitu akidah (kepercayaan) yang benar, hukum dan peraturan, pelajaran yang dibawa oleh Al-Qur’an sebagaimana disebutkan di atas.

Janji dan Ancaman

Al-Qur’an juga berisi janji dan ancaman. Dia menjanjikan kebahagiaan kepada mereka yang beriman dan berbuat baik. Sebaliknya Dia memperingatkan mereka yang mempersekutukan-Nya, yang membuat onar dan kejahatan dengan azab. Janji dan ancaman itu ditujukan kepada umum, kaum atau bangsa. Di dalam surah al-Fātiḥah terdapat ayat-ayat yang mengandung janji dan ancaman, yaitu:

a. بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.”

Dengan menyebut “Maha Pengasih”, “Maha Penyayang”, Allah menjanjikan kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, limpahan karunia dan nikmat.

b. مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ

“Pemilik hari pembalasan“

Pada hari itu perbuatan manusia sewaktu di dunia akan dibalas. Surga untuk mereka yang beriman dan berbuat baik, dan neraka bagi mereka yang ingkar dan berbuat salah. Ini adalah janji dan peringatan.

c. اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ

“Tunjukilah kami jalan yang lurus”

Orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus akan berbahagia, dan yang menghindarkan diri dari jalan yang lurus akan celaka. Dengan ini dapat dipahami adanya janji dan ancaman.

d. صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ ࣖ ٧

“(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” Ada orang yang telah dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu rasul-rasul, nabi-nabi, orang-orang saleh dan ṣiddīqīn. Orang-orang yang semacam ini akan diberi pahala dan ganjaran oleh Allah, yaitu surga jannatun-na‘īm, dan ini adalah janji-Nya. Di samping itu, ada pula orang-orang yang dimurkai Allah, yaitu mereka yang tak mau menjalani jalan yang lurus, padahal dia tahu bahwa itulah jalan yang benar, dan ada pula orang yang sesat, yaitu orang yang tak mengetahui jalan yang lurus itu atau dia mengetahuinya, tetapi dia tersesat dalam menempuh jalan itu. Mereka yang dimurkai Allah dan orang yang sesat itu akan menderita hukuman dari Allah, dan ini adalah suatu peringatan.

Kisah-Kisah

Untuk menjadi contoh dan teladan, pelajaran dan iktibar, Al-Qur’an telah menceritakan keadaan bangsa-bangsa dan kaum-kaum yang telah lalu dan bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi kepada mereka dan telah membuat peraturan, hukum dan syariat untuk kebahagiaan hidup mereka. Di antara mereka ada yang menerima dan ada yang menolak, dan Allah menerangkan apa akibat dari penerimaan atau penolakan itu, untuk dijadikan iktibar dan pelajaran.

Lebih kurang tiga perempat dari isi Al-Qur’an adalah cerita tentang bangsa-bangsa dan umat yang lalu, serta anjuran dari Allah untuk mengambil iktibar dan pelajaran dari keadaan mereka. Di dalam surah al-Fātiḥah ini keadaan bangsa-bangsa dan umat-umat yang telah lalu itu dipaparkan oleh Allah dalam firman-Nya:

صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ ࣖ ٧

“(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”

Dengan keterangan yang disebutkan di atas, jelaslah bahwa surah al-Fātiḥah mengandung kesimpulan isi Al-Qur’an dalam surah-surah yang berikutnya.