وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ اِذَا حَسَدَ ࣖ
Wa min syarri ḥāsidin iżā ḥasad(a).
dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki.”
Dan aku berlindung pula dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki, yang selalu menginginkan hilangnya kenikmatan dari orang lain.”
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kaum Muslimin untuk berlindung kepada-Nya dari kejahatan orang-orang yang dengki bila ia melaksanakan kedengkiannya dengan usaha yang sungguh-sungguh dan berbagai cara untuk menghilangkan nikmat orang yang dijadikan objek kedengkiannya dan dengan mengadakan jebakan untuk menjerumuskan orang yang didengkinya jatuh ke dalam kemudaratan. Tipu muslihat yang dijalankannya itu sangat licik sehingga sulit diketahui. Tidak ada jalan untuk menghindarinya kecuali dengan memohon bantuan kepada Allah Maha Pencipta karena Dia-lah yang dapat menolak tipu dayanya, menghindari kejahatannya, atau menggagalkan usahanya. Hasad haram hukumnya, dan merupakan dosa yang pertama kali ketika iblis dengki kepada Nabi Adam, dan Qabil dengki kepada Habil.
1. Al-Falaq الْفَلَق (al-Falaq/113: 1)
Kata al-falaq berasal dari kata kerja falaqa-yafluqu, yang artinya membelah. Kata al-falaq dapat berfungsi sebagai isim fā‘il yang artinya pembelah, dan dapat pula dalam posisi isim maf‘ūl yang maknanya yang dibelah.
Ada dua pendapat paling tidak tentang makna al-falaq ini. Pertama, kata ini diartikan sebagai pagi. Malam dengan kegelapannya diibaratkan sebagai sesuatu yang tertutup rapat. Kehadiran cahaya pagi dari celah-celah kegelapan malam menjadikannya bagaikan terbelah. Keadaan demikian menjadikan fajar atau pagi hari dinamakan falaq karena ia bagaikan sesuatu yang membelah kegelapan atau yang terbelah.
Makna kedua dari kata ini adalah segala sesuatu yang terbelah, dan ini tidak terbatas hanya pada pagi saja. Mereka yang memahami dengan makna ini mengungkap bahwa arti ini mencakup banyak hal, seperti tanah terbelah oleh tumbuhan dan mata air, biji-bijian terbelah pada saat waktunya tiba, dan lainnya.
2. Al-‘Uqad الْعُقَدِ (Surat al-Falaq/113: 4)
Kata al-‘uqad merupakan bentuk jamak dari kata ‘uqdah. Kata ini berasal dari kata kerja ‘aqada-ya‘qudu yang maknanya mengikat. Dengan demikian, ‘uqdah dapat diartikan sebagai ikatan dan ‘uqad yang merupakan bentuk jamaknya dimaknai ikatan-ikatan. Secara bahasa dan makna yang sebenarnya dari kata ini adalah ikatan itu, sehingga mereka yang cenderung padanya akan memberikan arti pada kata ini dengan tali-tali ikatan atau simpul-simpul tali. Namun demikian, ada pula yang memberikan arti majazi atau kiasan untuk kata ini, yaitu bahwa maknanya adalah kesungguhan dan tekad untuk mempertahankan kesepakatan. Mayoritas mufasir menggunakan makna sebenarnya dari kata ini ketika mereka menjelaskan pengertian ayat tersebut. Dengan makna seperti ini, maka ayat tersebut mengisyaratkan permohonan perlindungan dari kegiatan tukang sihir yang meniup pada simpul tali ikatan untuk menyantet atau perilaku buruk dari tukang tenung.

