وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ اِذَا وَقَبَۙ
Wa min syarri gāsiqin iżā waqab(a).
dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
Dan aku berlindung pula dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita pada waktu malam muncul hewan-hewan yang membahayakan dan pada waktu itu pula rencana jahat biasa disusun.
Kemudian Allah menerangkan bahwa sebagian makhluk-Nya sering menimbulkan kejahatan pada waktu malam bila segala sesuatu telah diliputi oleh kegelapan. Sementara itu, keadaan malam yang gelap gulita menimbulkan rasa takut dan gelisah, seakan-akan ada sesuatu yang tersembunyi dalam kegelapan malam itu yang akan menyakiti manusia.
1. Al-Falaq الْفَلَق (al-Falaq/113: 1)
Kata al-falaq berasal dari kata kerja falaqa-yafluqu, yang artinya membelah. Kata al-falaq dapat berfungsi sebagai isim fā‘il yang artinya pembelah, dan dapat pula dalam posisi isim maf‘ūl yang maknanya yang dibelah.
Ada dua pendapat paling tidak tentang makna al-falaq ini. Pertama, kata ini diartikan sebagai pagi. Malam dengan kegelapannya diibaratkan sebagai sesuatu yang tertutup rapat. Kehadiran cahaya pagi dari celah-celah kegelapan malam menjadikannya bagaikan terbelah. Keadaan demikian menjadikan fajar atau pagi hari dinamakan falaq karena ia bagaikan sesuatu yang membelah kegelapan atau yang terbelah.
Makna kedua dari kata ini adalah segala sesuatu yang terbelah, dan ini tidak terbatas hanya pada pagi saja. Mereka yang memahami dengan makna ini mengungkap bahwa arti ini mencakup banyak hal, seperti tanah terbelah oleh tumbuhan dan mata air, biji-bijian terbelah pada saat waktunya tiba, dan lainnya.
2. Al-‘Uqad الْعُقَدِ (Surat al-Falaq/113: 4)
Kata al-‘uqad merupakan bentuk jamak dari kata ‘uqdah. Kata ini berasal dari kata kerja ‘aqada-ya‘qudu yang maknanya mengikat. Dengan demikian, ‘uqdah dapat diartikan sebagai ikatan dan ‘uqad yang merupakan bentuk jamaknya dimaknai ikatan-ikatan. Secara bahasa dan makna yang sebenarnya dari kata ini adalah ikatan itu, sehingga mereka yang cenderung padanya akan memberikan arti pada kata ini dengan tali-tali ikatan atau simpul-simpul tali. Namun demikian, ada pula yang memberikan arti majazi atau kiasan untuk kata ini, yaitu bahwa maknanya adalah kesungguhan dan tekad untuk mempertahankan kesepakatan. Mayoritas mufasir menggunakan makna sebenarnya dari kata ini ketika mereka menjelaskan pengertian ayat tersebut. Dengan makna seperti ini, maka ayat tersebut mengisyaratkan permohonan perlindungan dari kegiatan tukang sihir yang meniup pada simpul tali ikatan untuk menyantet atau perilaku buruk dari tukang tenung.

