اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا سَوَاۤءٌ عَلَيْهِمْ ءَاَنْذَرْتَهُمْ اَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Innal-lażīna kafarū sawā'un ‘alaihim a'anżartahum am lam tunżirhum lā yu'minūn(a).
Sesungguhnya orang-orang yang kufur itu sama saja bagi mereka, apakah engkau (Nabi Muhammad) beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak akan beriman.
Sebagai kebalikan dari sikap orang mukmin terhadap Al-Qur'an, sesungguhnya orang-orang kafir yang menutupi hati dan akal pikiran mereka dari kebenaran karena enggan dan sombong, tidak akan memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya. Sama saja bagi mereka, engkau beri peringatan, berupa ancaman siksa dari Tuhanmu, atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak akan beriman sebab mereka lebih memilih jalan kebatilan.
Orang kafir ialah orang yang tidak beriman kepada Allah, sebagaimana yang diperintahkan-Nya. Kafir, jamaknya kuffār, yaitu orang-orang yang tidak percaya kepada Allah, rasul-rasul-Nya, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan hari kiamat. Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa orang-orang kafir, yaitu Ahli Kitab dan orang-orang musyrik, yang sangat ingkar kepada Rasulullah saw; mereka tidak akan beriman walaupun diberi peringatan yang disertai dengan ancaman. Bagi mereka sama saja, apakah mereka diberi peringatan keras atau tidak.
Kafarū كَفَرُوْا (al-Baqarah/2: 6)
Kata kafarū diambil dari kata kufr, merupakan masdar (infinitif) dari kafara-yakfuru-kufran/kufr. Dalam Al-Qur’an kata kufr dan kata yang seasal dengannya disebut 525 kali. Sedangkan kata kafir disebut hanya 5 kali, yaitu pada surah al-Baqarah, al-Furqān, at-Tagābun dan an-Naba’.
Secara bahasa, kata kufr mengandung beberapa arti, antara lain: menutupi, melepaskan diri, menghapus, kulit, dan denda (kaffārah) karena melanggar salah satu ketentuan Allah. Dalam ayat ini yang dimaksud orang kafir ialah orang yang ingkar, tidak percaya kepada adanya Allah, tidak percaya pada kekuasaan Allah, karena dia telah menutup diri dan melupakan diri dari kekuasaan Allah. Dia tidak mau tunduk dan patuh pada perintah Allah.
Dari beberapa arti secara bahasa di atas, menurut al-Asfahani dan Ibnu Manẓūr, yang dekat kepada arti secara istilah adalah “menutupi”, “menyembunyikan”. Malam hari disebut kafir karena ia menutupi siang atau tersembunyinya sesuatu oleh kegelapannya. Awan disebut kafir karena ia (dapat) menutupi atau menyembunyikan cahaya matahari. Kafir terhadap nikmat Allah berarti seseorang menutupi atau menyembunyikan nikmat Allah dengan cara tidak mensyukurinya. Demikian juga petani karena menutupi atau menyembunyikan benih dengan tanah waktu bercocok tanam.

