يٰبَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اذْكُرُوْا نِعْمَتِيَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَاَوْفُوْا بِعَهْدِيْٓ اُوْفِ بِعَهْدِكُمْۚ وَاِيَّايَ فَارْهَبُوْنِ
Yā banī isrā'īlażkurū ni‘matiyal-latī an‘amtu ‘alaikum wa aufū bi‘ahdī ūfi bi‘ahdikum, wa iyyāya farhabūn(i).
Wahai Bani Israil,19) ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu dan penuhilah janjimu kepada-Ku,20) niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu. Hanya kepada-Ku hendaknya kamu takut.
Ayat ini dan beberapa ayat setelahnya berbicara tentang Bani Israil, yakni anak keturunan Israil, nama lain dari Nabi Yakub, cucu Nabi Ibrahim. Mereka juga dikenal dengan sebutan Yahudi. Wahai Bani Israil! Ingatlah dan renungkanlah nikmat-nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu dan nenek moyangmu seperti turunnya petunjuk-petunjuk Ilahi, penyelamatan dari musuh-musuhmu, dan lain-lain. Dan penuhilah janjimu kepada-Ku yang telah kamu nyatakan di dalam jiwamu, niscaya Aku penuhi pula janji-Ku kepadamu dengan memberi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia serta pahala dan surga di akhirat nanti, dan takutlah serta tunduklah kamu hanya kepada-Ku saja.
Allah memulai ayat ini dengan menyebut Bani Israil (orang-orang Yahudi), karena merekalah bangsa yang paling dahulu mengemban kitab Samawiyah, dan karena di antara mereka terdapat pula orang-orang yang paling keras memusuhi orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad saw. Kalau mereka masuk Islam maka hal itu akan merupakan alasan yang kuat yang dapat diarahkan kepada orang-orang Nasrani dan orang kafir yang lain yang tidak mau beriman, karena bangsa Yahudilah yang paling dahulu berjanji kepada Allah swt bahwa mereka akan beriman kepada setiap nabi yang diutus-Nya, apabila telah ada bukti-bukti yang nyata.
Israil adalah gelar yang diberikan kepada Nabi Yakub. Karena itu keturunannya dinamakan dengan Bani Israil. Nabi Yakub terkenal sebagai hamba Allah yang amat saleh, sabar, dan tawakal. Maka Allah memanggil anak cucu Yakub dalam permulaan ayat ini dengan sebutan “Bani Israil” untuk mengingatkan kepada mereka agar mereka mencontoh nenek moyang mereka itu dalam hal keimanan, ketaatan, kesalehan, ketakwaan dan kesabaran serta sifat-sifat lain yang terpuji. Hal ini disebabkan karena pada waktu turunnya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw, tampak gejala-gejala bahwa tingkah laku Bani Israil itu sudah melampaui batas, dan jauh menyimpang dari ajaran dan sifat-sifat nenek moyang mereka, terutama sikap mereka terhadap Al-Qur’an yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad saw. Mereka tidak mau beriman bahwa Al-Qur’an itu adalah wahyu Allah, bahkan mereka mendustakan kenabian dan kerasulan Muhammad saw. Seharusnya merekalah yang paling dahulu beriman kepada Nabi Muhammad saw, sebab berita tentang kedatangannya telah disebutkan lebih dahulu dalam kitab suci mereka, yaitu Taurat.
Dalam ayat ini terdapat tiga macam perintah Allah kepada Bani Israil, yaitu:
1. Agar mereka senantiasa mengingat nikmat-nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka, dan mensyukurinya dengan lisan dan perbuatan. Wujud nikmat-nikmat tersebut memang tidak diterangkan dalam ayat ini. Tetapi yang dimaksud antara lain bahwa Allah telah memilih nabi-nabi-Nya dari kalangan mereka. Hal ini terjadi dalam masa yang cukup lama, sehingga mereka diberi julukan sebagai Sya‘bullāh al-Mukhtār yaitu “hamba-hamba Allah yang terpilih”. Semuanya itu harus mereka ingat dan mereka syukuri. Salah satu cara untuk mensyukurinya ialah beriman kepada setiap nabi yang diutus Allah untuk memberikan bimbingan kepada manusia. Tetapi dalam kenyataannya mereka menjadikan nikmat tersebut sebagai alasan untuk tidak menerima seruan Nabi Muhammad saw, malahan mengejeknya, dan mengatakan bahwa nikmat dan karunia Allah hanya tertentu untuk mereka saja.
2. Janji mereka kepada Allah ada dua macam, pertama janji yang berlaku bagi seluruh manusia, yaitu bahwa mereka harus menimbang segala masalah dengan timbangan akal dan pikiran serta penyelidikan yang akan membawa mereka mengetahui hakikat segala sesuatu, sebagai jalan untuk mengenal Allah. Kedua, janji bahwa mereka hanya akan menyembah Allah semata-mata, dan tidak akan memperserikatkan-Nya dengan sesuatu pun; dan bahwa mereka akan beriman kepada rasul-rasul-Nya. Andaikata Bani Israil yang ada pada masa itu memperhatikan janji-janji tersebut, antara lain ialah bahwa Allah akan mengutus seorang nabi yang berasal dari keturunan saudara nenek moyang mereka[7] yang menurunkan suatu bangsa yang baru, yaitu bangsa Arab, niscaya mereka beriman kepada Nabi Muhammad saw dan pasti pula mereka mengikuti petunjuk yang diturunkan Allah kepadanya. Dengan demikian mereka akan termasuk orang-orang yang memperoleh kemenangan. Sebaliknya, jika mereka memenuhi janji kepada Allah, maka Allah akan mengizinkan mereka untuk menetap di tanah suci Palestina, dan mereka akan diberi kemuliaan serta kehidupan yang makmur. Kenyataan menunjukkan bahwa mereka tidak memenuhi janji-janji mereka itu, antara lain disebabkan karena rasa takut dan khawatir terhadap satu sama lainnya.
3. Agar mereka hanya takut kepada Allah semata-mata. Perintah ini diberikan Allah, karena kenyataan menunjukkan bahwa Bani Israil itu tidak memenuhi janji-janji mereka kepada Allah antara lain, mereka tidak mau beriman kepada Nabi Muhammad saw. Hal itu disebabkan karena rasa takut mereka terhadap satu sama lain. Maka Allah memerintahkan agar mereka hanya takut kepada Allah semata-mata, dan jangan takut kepada selain Allah. Sebab, hanya Allah sajalah yang menguasai segala persoalan. Dialah yang telah memberikan nikmat yang begitu besar kepada mereka, Dia pula yang kuasa untuk mencabut kembali nikmat itu dari tangan mereka, dan Dia pula yang akan mengazab mereka karena tidak mensyukuri nikmat itu. Mereka seharusnya tidak perlu merasa takut terhadap sesamanya karena khawatir akan hilangnya sebagian dari keuntungan-keuntungan mereka, atau akan terjadinya malapetaka atas diri mereka karena mengikuti yang hak dan menyalahi kemauan pemimpin-pemimpin mereka. Allah lebih kuasa daripada pemimpin-pemimpin itu.
Banī Isrā’īl بَنِيْ اِسْرَاءِيْلَ (al-Baqarah/2: 40)
Banī adalah bentuk jamak dari ibn (jamak banūn/banīn, dibuang n karena disambungkan dengan kata berikutnya), artinya “anak-anak”. Isra’il dalam bahasa Ibrani terdiri dua kata: isrā artinya “hamba” dan īl artinya “Tuhan”. Jadi Isrā’īl berarti “hamba Tuhan” (‘abd Allāh dalam bahasa Arab). Itu adalah gelar Nabi Yakub a.s. putra Nabi Ishak bin Ibrahim a.s. Jadi “Bani Isra’il” maksudnya adalah anak-anak Nabi Yakub. Jumlah mereka dua belas orang yang menurunkan dua belas suku Bani Isra’il itu. Di dalam Al-Qur’an nama “Bani Isra’il” digunakan untuk umat Nabi Musa a.s. (al-Baqarah/2: 47). Nabi Isa a.s. juga memanggil mereka demikian (aṣ-ṣaff/61: 6), begitu juga Nabi Muhammad saw (al-Baqarah/2: 40). Itu tampaknya untuk menunjukkan bahwa mereka dengan Nabi Muhammad saw sebenarnya satu nenek moyang yaitu Nabi Ibrahim a.s., karena Bani Israil adalah keturunan Nabi Ishak (putra Nabi Ibrahim dari istrinya, Sarah) dan Nabi Muhammad adalah turunan Nabi Isma‘il (putra Nabi Ibrahim dari istrinya yang lain, Hajar). Di dalam Al-Qur’an, mereka juga dipanggil dengan “Ahlul-Kitab”, tampaknya untuk menunjukkan bahwa mereka sebenarnya juga memiliki Kitab Suci (Taurat) yang pokok-pokok ajarannya sama dengan Al-Qur’an (iman kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan, berbuat baik, dan percaya pada Hari Kemudian, tempat mereka akan menerima imbalan perbuatan baik dan ganjaran perbuatan jahat). Kitab Suci itu mereka simpan saja (Āli ‘Imrān/3: 187), mereka ubah-ubah (an-Nisā’/4: 46), dan banyak pula yang mereka sembunyikan (al-An‘ām/6: 91). Oleh karena adanya hubungan darah dan kesamaan pokok-pokok ajaran itu, Nabi Muhammad seharusnya tidak mereka musuhi dan ajaran-ajarannya tidak mereka tolak.

