v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
Ayat 44 - Surat Al-Baqarah (Sapi)
البقرة
Ayat 44 / 286 •  Surat 2 / 114 •  Halaman 7 •  Quarter Hizb 1.5 •  Juz 1 •  Manzil 1 • Madaniyah

۞ اَتَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ اَنْفُسَكُمْ وَاَنْتُمْ تَتْلُوْنَ الْكِتٰبَ ۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ

Ata'murūnan-nāsa bil-birri wa tansauna anfusakum wa antum tatlūnal-kitāb(a), afalā ta‘qilūn(a).

Mengapa kamu menyuruh orang lain untuk (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca kitab suci (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti?

Makna Surat Al-Baqarah Ayat 44
Isi Kandungan oleh Tafsir Wajiz

Selanjutnya, setelah memerintahkan salat dan zakat, ayat ini mengecam pemuka-pemuka Yahudi yang sering kali memberi tuntunan kepada orang lain agar berbuat baik, tetapi melakukan sebaliknya dan melupakan diri mereka. Mengapa kamu, Bani Israil atau pemuka-pemuka Yahudi, menyuruh orang lain, baik yang seagama dengan kamu maupun orang-orang musyrik atau siapa saja, untuk mengerjakan kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri dan tidak menyuruh dirimu untuk melakukan kebajikan itu? Kamu melakukan hal itu, padahal kamu membaca Kitab Taurat? Tidakkah kamu mengerti dan berakal sehingga memiliki kendali yang menghalangi kamu terjerumus ke dalam dosa dan kesulitan? Meski pembicaraan pada ayat ini ditujukan kepada orang-orang Yahudi, nasihat yang terkandung di dalamnya juga berlaku bagi kaum muslim, apalagi para pemuka agama, yakni hendaknya mengingatkan diri sendiri lebih dahulu sebelum mengajak orang lain berbuat baik.

Isi Kandungan oleh Tafsir Tahlili

Latar belakang ayat ini menurut Ibnu ‘Abbās adalah di antara orang-orang Yahudi di Medinah ada yang memberi nasihat kepada keluarga dan kerabat dekatnya yang sudah masuk Islam supaya tetap memeluk agama Islam. Yang diperintahkan orang ini adalah benar yaitu menyuruh orang lain untuk berbuat benar tetapi mereka sendiri tidak mengamalkannya. Maka pada ayat ini Allah mencela tingkah laku dan perbuatan mereka yang tidak baik dan membawa kepada kesesatan. Di antara kesesatan-kesesatan yang telah dilakukan bangsa Yahudi ialah mereka menyatakan beriman kepada kitab suci mereka yaitu Taurat, tetapi ternyata mereka tidak membacanya dengan baik.

Dalam ayat ini disebutkan bahwa mereka “melupakan” diri mereka. Maksudnya ialah “membiarkan” diri mereka rugi, sebab biasanya manusia tidak pernah melupakan dirinya untuk memperoleh keuntungan, dan dia tak rela apabila orang lain mendahuluinya mendapat kebahagiaan. Ungkapan “melupakan” itu menunjukkan betapa mereka melalaikan dan tidak mempedulikan apa yang sepatutnya mereka lakukan, seakan-akan Allah berfirman, “Jika benar-benar kamu yakin kepada Allah bahwa Dia akan memberikan pahala atas perbuatan yang baik, dan mengancam akan mengazab orang-orang yang meninggalkan perbuatan-perbuatan yang baik itu, mengapakah kamu melupakan kepentingan dirimu sendiri?”

Cukup jelas bahwa susunan kalimat ini mengandung celaan yang tak ada taranya, karena barang siapa menyuruh orang lain untuk melakukan perbuatan kebajikan tetapi dia sendiri tidak melakukannya, berarti dia telah menyalahi ucapannya sendiri. Para pendeta yang selalu membacakan kitab suci kepada orang-orang lain, tentu lebih mengetahui isi kitab itu daripada orang-orang yang mereka suruh untuk mengikutinya. Besar sekali perbedaan antara orang yang melakukan suatu perbuatan padahal dia belum mengetahui benar faedah dari perbuatan itu, dengan orang yang meninggalkan perbuatan itu padahal dia mengetahui benar faedah dari perbuatan yang ditinggalkannya itu. Oleh sebab itu, Allah memandang bahwa mereka seolah-olah tidak berakal, sebab orang yang berakal, betapapun lemahnya, tentu akan mengamalkan ilmu pengetahuannya.

Firman Allah ini, walaupun ditujukan kepada Bani Israil, namun menjadi pelajaran pula bagi yang lain. Setiap bangsa, baik perseorangan maupun keseluruhannya, hendaklah memperhatikan keadaan dirinya, dan berusaha untuk menjauhkan diri dari keadaan dan sifat- sifat seperti yang terdapat pada bangsa Yahudi yang dikritik dalam ayat tersebut di atas, agar tidak menemui akibat seperti yang mereka alami.

Isi Kandungan Kosakata

Banī Isrā’īl بَنِيْ اِسْرَاءِيْلَ (al-Baqarah/2: 40)

Banī adalah bentuk jamak dari ibn (jamak banūn/banīn, dibuang n karena disambungkan dengan kata berikutnya), artinya “anak-anak”. Isra’il dalam bahasa Ibrani terdiri dua kata: isrā artinya “hamba” dan īl artinya “Tuhan”. Jadi Isrā’īl berarti “hamba Tuhan” (‘abd Allāh dalam bahasa Arab). Itu adalah gelar Nabi Yakub a.s. putra Nabi Ishak bin Ibrahim a.s. Jadi “Bani Isra’il” maksudnya adalah anak-anak Nabi Yakub. Jumlah mereka dua belas orang yang menurunkan dua belas suku Bani Isra’il itu. Di dalam Al-Qur’an nama “Bani Isra’il” digunakan untuk umat Nabi Musa a.s. (al-Baqarah/2: 47). Nabi Isa a.s. juga memanggil mereka demikian (aṣ-ṣaff/61: 6), begitu juga Nabi Muhammad saw (al-Baqarah/2: 40). Itu tampaknya untuk menunjukkan bahwa mereka dengan Nabi Muhammad saw sebenarnya satu nenek moyang yaitu Nabi Ibrahim a.s., karena Bani Israil adalah keturunan Nabi Ishak (putra Nabi Ibrahim dari istrinya, Sarah) dan Nabi Muhammad adalah turunan Nabi Isma‘il (putra Nabi Ibrahim dari istrinya yang lain, Hajar). Di dalam Al-Qur’an, mereka juga dipanggil dengan “Ahlul-Kitab”, tampaknya untuk menunjukkan bahwa mereka sebenarnya juga memiliki Kitab Suci (Taurat) yang pokok-pokok ajarannya sama dengan Al-Qur’an (iman kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan, berbuat baik, dan percaya pada Hari Kemudian, tempat mereka akan menerima imbalan perbuatan baik dan ganjaran perbuatan jahat). Kitab Suci itu mereka simpan saja (Āli ‘Imrān/3: 187), mereka ubah-ubah (an-Nisā’/4: 46), dan banyak pula yang mereka sembunyikan (al-An‘ām/6: 91). Oleh karena adanya hubungan darah dan kesamaan pokok-pokok ajaran itu, Nabi Muhammad seharusnya tidak mereka musuhi dan ajaran-ajarannya tidak mereka tolak.