قَالَ رَبِّ انْصُرْنِيْ عَلَى الْقَوْمِ الْمُفْسِدِيْنَ ࣖ
Qāla rabbinṣurnī ‘alal-qaumil-mufsidīn(a).
Dia (Lut) berdoa, “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu.”
Melihat sikap mereka yang seperti itu, Nabi Lut berdoa, “Ya tuhan ku, tolonglah aku dengan menimpakan azab atas golongan yang berbuat kerusakan itu, yaitu yang telah melampaui batas dan mendarah daging sifat buruknya, sehingga mengancam kelanjutan hidup manusia.”
Lut kemudian sampai pada kesimpulan bahwa kaumnya tidak mungkin lagi menerima seruannya. Ia tidak berharap lagi bahwa kaumnya akan mendapatkan petunjuk dari Allah. Di saat itu, Lut berdoa kepada Allah agar membantunya menghadapi dan memberantas perbuatan-perbuatan jahat dan busuk yang sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakatnya, serta menjadi kebudayaan yang turun temurun. Mereka menganggap ancaman-ancaman Lut sebagai gertak sambal belaka. Oleh karena itu, Allah sungguh-sungguh mengabulkan doa Lut. Allah lalu mengirimkan kepada mereka hujan batu dari langit sehingga mereka binasa semua. Ini diakibatkan kefasikan dan kekufuran mereka.
Nādīkum نَادِيْكُمْ (al-’Ankabūt/29: 29)
Kata nādīkum terbentuk dari dua kata, yaitu nādin dan kum (kalian). Kata an-nādī terbentuk dari kata nadā—yandā—nadan yang berarti berkumpul. Dari kata ini terambil kata nadaituhu yang berarti aku bermajelis dengannya. Juga terambil kata dārun-nadwah yang berarti tempat berkumpul bagi orang-orang Quraisy, karena bila mereka menghadapi masalah maka mereka berkumpul di tempat itu untuk bermusyawarah. Kata an-nādi al-a’la berarti al-mala’ al-a’la (khayalak tinggi), atau alam malaikat. Jadi, an-nādī adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang ada di sekitarnya. Dan yang dimaksud dengan kata an-nādī pada ayat ini adalah setiap tempat perkumpulan mereka, dimana mereka melakukan hal-hal yang mungkar dan tidak berguna.

