وَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّبِعُوْا سَبِيْلَنَا وَلْنَحْمِلْ خَطٰيٰكُمْۗ وَمَا هُمْ بِحٰمِلِيْنَ مِنْ خَطٰيٰهُمْ مِّنْ شَيْءٍۗ اِنَّهُمْ لَكٰذِبُوْنَ
Wa qālal-lażīna kafarū lil-lażīna āmanuttabi‘ū sabīlanā walnaḥmil khaṭāyākum, wa mā hum biḥāmilīna min khaṭāyāhum min syai'(in), innahum lakāżibūn(a).
Orang-orang yang kufur berkata kepada orang-orang yang beriman, “Ikutilah jalan kami dan kami akan memikul dosa-dosa kamu.” Padahal, mereka tidak (sanggup) sedikit pun memikul dosa-dosa mereka sendiri. Sesungguhnya mereka (orang-orang kafir) benar-benar para pendusta.
Di antara cobaan keimanan lainnya adalah ajakan untuk melakukan dosa sambil menyatakan bahwa dosanya akan ditanggung oleh yang mengajak. Orang-orang yang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman dengan ikhlas, “Ikutilah jalan kami dan tetaplah kamu dalam agama kami, yaitu agama leluhur kami, dan apabila kebangkitan dan perhitungan yang kalian takuti itu terjadi, maka kami yang akan memikul dosa-dosamu semua, apa pun dosa itu.” Padahal seseorang tidak akan memikul dosa orang lain dan mereka sedikit pun tidak sanggup memikul dosa-dosa mereka sendiri. Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta yang bukan hanya kali ini saja mereka berdusta, tetapi telah berkali-kali, sehingga kebohongan telah mendarah daging dalam kepribadian mereka.
Menurut Mujāhid, ayat ini diturunkan untuk mengungkapkan usaha-usaha orang Quraisy membujuk kaumnya yang telah beriman dengan mengatakan, “Kami dan kamu tidak akan dibangkitkan kembali. Oleh karena itu, ikutilah langkah-langkah kami. Andaikata kamu berdosa lantaran pekerjaan ini, kamilah yang memikul dosa itu.” Berkaitan dengan hal ini, Allah memperingatkan orang-orang beriman bahwa orang-orang kafir itu berdusta. Sebab pada hari Kiamat, tidak ada seorang pun diperkenankan memikul dosa orang lain. Allah menegaskan:
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰى ۗوَاِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ اِلٰى حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَّلَوْ كَانَ ذَا قُرْبٰىۗ
Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang dibebani berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul bebannya itu, tidak akan dipikulkan sedikit pun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. (Fāṭir/35: 18)
Dan firman Allah:
يُبَصَّرُو ْنَهُمْۗ يَوَدُّ الْمُجْرِمُ لَوْ يَفْتَدِيْ مِنْ عَذَابِ يَوْمِىِٕذٍۢ بِبَنِيْهِۙ ١١ (المعارج)
Sedang mereka saling melihat. Pada hari itu, orang yang berdosa ingin sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab dengan anak-anaknya. (al-Ma’ārij/70: 11)
Pada akhir ayat ini, Allah menegaskan kembali bahwa mereka itu adalah orang-orang yang bohong. Imam az-Zamakhsyarī menafsirkan bahwa di antara mereka yang mengajak rekan-rekannya berbuat dosa itu terdapat juga orang-orang yang mengaku beragama Islam. Mereka menjanjikan untuk menanggung siksaannya sehingga orang-orang bodoh dan lemah imannya tergoda dengan bujukan dan rayuan halus itu.
Layaḥmilunna Aṡqalahum لَيَحْمِلُنَّ اَثْقَالَهُمْ (al-’Ankabūt/29: 13)
Al-Aṡqal jamak dari ṡiqal, artinya berat. Biasa dipakai untuk menyatakan berat suatu benda, tetapi bisa juga dipakai untuk menyatakan berat yang bersifat maknawi. Kata layaḥmilunna terambil dari kata ḥamal yang berarti memikul. Dalam ayat ini kesulitan atau dosa yang dialami seseorang dilukiskan dengan sesuatu yang berat yang tidak bisa dijinjing tapi harus dipikul. Menanggung dosa di sini maksudnya adalah dosa-dosa tersebut tidak dapat dialihkan sehingga pelaku yang diperdaya terbebaskan dari dosa, tapi dalam saat yang sama orang-orang kafir dan musyrik yang memperdaya mereka memikul beban dosa akibat memperdaya mereka. Ayat ini menggambarkan bagaimana orang-orang musyrik dan kafir berusaha keras mengajak orang-orang beriman untuk mengikuti kekafiran mereka, sehingga mereka perlu berjanji untuk menanggung dosa-dosa orang mukmin tersebut kelak di akhirat. Maka Allah membenarkan janji mereka dengan penegasan bahwa mereka pasti akan memikul dosa-dosa mereka sendiri dan dosa-dosa orang-orang yang mereka sesatkan dari jalan Allah.

