۞ قَدْ يَعْلَمُ اللّٰهُ الْمُعَوِّقِيْنَ مِنْكُمْ وَالْقَاۤىِٕلِيْنَ لِاِخْوَانِهِمْ هَلُمَّ اِلَيْنَا ۚوَلَا يَأْتُوْنَ الْبَأْسَ اِلَّا قَلِيْلًاۙ
Qad ya‘lamullāhul-mu‘awwiqīna minkum wal-qā'ilīna li'ikhwānihim halumma ilainā, wa lā ya'tūnal-ba'sa illā qalīlā(n).
Sungguh, Allah mengetahui para penghalang (untuk berperang) dari (golongan)-mu dan orang yang berkata kepada saudara-saudaranya, “Marilah bersama kami.” Mereka tidak datang berperang, kecuali hanya sebentar.
Allah mengetahui siapa saja yang berkhianat. Sungguh, dengan ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi di antara kamu, dari kaum munafik, dan orang yang dengan maksud menghina berkata kepada saudara-saudaranya yang bergaul dengan mereka di Madinah, “Marilah ikut bersama kami. Tinggalkanlah Muhammad. Jangan ikut perang sebab sebentar lagi Muhammad akan terbunuh di medan perang.” Tetapi mereka memang datang untuk ikut berperang, namun hanya sebentar karena mereka takut mati.
Ayat ini menerangkan bahwa Allah mengetahui dengan sesungguhnya orang yang menghambat manusia mengikuti Rasulullah saw berperang di jalan-Nya. Dia mengetahui pula orang-orang yang enggan dan minta izin kepada Rasulullah saw untuk tidak ikut berperang, serta orang-orang yang mengajak penduduk Medinah agar tidak ikut berperang bersamanya.
Sementara itu, ada pula orang-orang yang ikut berperang sebentar saja sekedar untuk memperlihatkan kepada kaum Muslimin bahwa sebenarnya mereka itu termasuk orang yang ikut berperang. Akan tetapi, di saat kaum Muslimin lengah, mereka menghilang dengan diam-diam dan kembali ke rumahnya masing-masing.
1. Al-Mu’awwiqīn الْمُعَوِّقِيْ نَ (al-Aḥzāb/33: 18)
Al-Mu’awwiqīn artinya orang-orang penghalang. Kata al-mu’awwiqīn terambil dari kata ‘awwaqa yang menunjukkan pekerjaan berulang kali, dalam hal ini berulang-ulang kali mencegah dan merintangi atau menghalangi. Kata tersebut digunakan dalam ayat ini menunjukkan kemantapan upaya itu dari pelakunya.
2. al-Aḥzāb اَلْاَحْزَاب (al-Aḥzāb/33: 20)
Kata al-aḥzāb merupakan bentuk jamak dari kata ḥizb, yang artinya golongan atau kelompok. Dengan demikian, al-aḥzāb berarti golongan-golongan atau kelompok-kelompok. Dalam hal ini, kata tersebut digunakan untuk menyebut kelompok-kelompok musuh Islam yang berkoalisi untuk menyerang kaum Muslimin di kota Medinah. Mereka yang bersekutu untuk memerangi umat Islam terdiri dari kaum kafir Mekah, Bani Gaṭafān, Bani Murrah, Bani Asyja’, kelompok Yahudi yang terdiri dari Bani Quraiẓah dan Bani an-Naḍīr. Untuk menahan serangan mereka, atas usul Salmān al-Fārisī, umat Islam kemudian membuat parit (khandaq) di bagian utara kota Medinah, yang diduga kuat akan dijadikan sebagai arah serangan musuh. Oleh karena itu, selain disebut Perang Ahzab (perang melawan pasukan koalisi), peristiwa ini juga dinamakan Perang Khandaq (Perang Parit).
Perang Ahzab ini terjadi pada bulan Syawal tahun ke-5 Hijriah. Pada perang ini, Bani Gaṭafān bersama penduduk Nejed dan orang-orang Yahudi dari Bani Quraiẓah dan Bani an-Naḍīr datang dari arah timur melalui lembah, sedang orang kafir Mekah bersama penduduk Tihāmah dan Kinānah serta berbagai suku Arab datang dari arah barat. Kekuatan tentara koalisi jauh lebih besar dari pasukan Muslimin. Oleh karena itu, Rasulullah dan tentaranya hanya bersikap menunggu di sebelah parit yang dalam yang telah mereka gali sebelumnya. Karena terhalang oleh parit ini, pasukan koalisi tidak dapat menyeberanginya. Mereka kemudian mengepung umat Islam, dan ini berlangsung lebih dari sebulan lamanya. Pengepungan ini telah menjadikan umat Islam menderita, namun mereka tetap tabah dan kompak dalam menghadapi musuh. Tidak lama kemudian terjadi perpecahan di kalangan pasukan koalisi, sehingga kekompakan mereka tidak dapat dipertahankan lagi. Selain itu, tiba-tiba terjadi badai topan yang sangat kencang yang mengakibatkan perkemahan mereka tumbang dan porak-poranda. Suasana yang menimbulkan ketakutan dan kepanikan ini memaksa Abū Sufyān sebagai pimpinan tertinggi pasukan koalisi memerintahkan tentaranya untuk mengundurkan diri dan kembali ke Mekah. Dengan mundurnya pasukan sekutu tersebut, selesailah Perang Ahzab ini, dan terlepaslah umat Islam dari kepungan mereka.

