اٖلٰفِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاۤءِ وَالصَّيْفِۚ
´lāfihim riḥlatasy-syitā'i waṣ-ṣaif(i).
(yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas (sehingga mendapatkan banyak keuntungan),
Yaitu kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin ke Yaman dan musim panas ke Syam untuk berniaga guna memenuhi kebutuhan hidup mereka di Mekah untuk berkhidmat merawat Kakbah dan melayani para peziarah, suatu hal yang menjadi kebanggan mereka atas kabilah-kabilah lain.
Dalam ayat-ayat ini, Allah menerangkan profesi suku Quraisy sebagai kaum pedagang di negara yang tandus dan mempunyai dua jurusan perdagangan. Pada musim dingin ke arah Yaman untuk membeli rempah-rempah yang datang dari Timur Jauh melalui Teluk Persia dan yang kedua ke arah Syam pada musim panas untuk membeli hasil pertanian yang akan dibawa pulang ke negeri mereka yang tandus lagi kering itu.
Orang-orang penghuni padang pasir (Badui) menghormati suku Quraisy karena mereka dipandang sebagai jiran (tetangga) Baitullah, penduduk tanah suci dan berkhidmat untuk memelihara Ka‘bah, dan penjaga-penjaga Ka‘bah. Oleh karena itu, suku Quraisy berada dalam aman dan sentosa, baik ketika mereka pergi maupun ketika mereka pulang walaupun banyak terjadi perampokan dalam perjalanan.
Karena rasa hormat kepada Baitullah itu merupakan suatu kekuatan jiwa dan berwibawa untuk memelihara keselamatan mereka dalam misi-misi perdagangannya ke utara atau ke selatan; sehingga timbullah suatu kebiasaan dan kegemaran untuk berniaga yang menghasilkan banyak rezeki. Rasa hormat terhadap Baitullah yang memenuhi jiwa orang Arab itu adalah kehendak Allah semata, lebih-lebih lagi ketika mereka melihat bagaimana Allah menghancurkan tentara gajah yang ingin meruntuhkan Ka‘bah, sebelum mereka sampai mendekatinya.
Sekiranya penghormatan terhadap Baitullah kurang mempengaruhi jiwa orang-orang Arab atau tidak ada sama sekali pengaruhnya niscaya orang-orang Quraisy tentu tidak mau mengadakan perjalanan-perjalanan perdagangan tersebut. Maka dengan demikian akan berkuranglah sumber-sumber rezeki mereka sebab negeri mereka bukanlah tanah yang subur.
Quraisy قُرَيْشٍ (Quraisy/106: 1)
Jauh sebelum kemunculan Quraisy atau Kuraisy, mula-mula sekali Mekah sudah dihuni oleh kabilah Jurhum, Arab purba generasi kedua yang berasal dari Yaman. Mungkin mereka menetap di Mekah sebelum Nabi Ibrahim dan anaknya, Ismail, datang ke daerah itu. Ibrahim kemudian bersemenda dengan Jurhum melalui perkawinan Ismail dengan salah seorang putri mereka. Pada zaman Jahiliah itu dan pada masa Nabi Muhammad, Quraisy merupakan kabilah terbesar yang paling terkenal dan berpengaruh di Mekah. Mereka yang memegang pimpinan Mekah, di samping 10 kabilah lainnya, seperti Hāsyim, kabilah Nabi Muhammad; Zuhrah, kabilah ibunda nabi; Taim dan ‘Ādi masing-masing kabilah Abū Bakar aṣ-Ṣiddīq dan ‘Umar bin al-Khaṭṭāb, Umayyah, kabilah Uṡmān bin ‘Affān, dan Hāsyim yang juga kabilah Ali bin Abī Ṭālib. Keempatnya kemudian menjadi al-Khulafā’ ar-Rāsyidīn. Beberapa kabilah besar lainnya adalah Makhzūm, Asad, Naufal, Jumah, Sahm, dan al-Ḥariṡ kabilah Abū ‘Ubaidah bin al-Jarrah. Pimpinan Ka‘bah memang selalu di tangan Bani Hāsyim sejak dipegang oleh Qusai (480 M), leluhur mereka. Kedudukan kabilah-kabilah ini penting sekali dalam masyarakat Arab, khususnya Mekah, dan yang sangat menonjol dalam kehidupan mereka dalam agama. Keluarga atau kabilah besar yang lain, yaitu Bani Umayyah, tetapi mereka sudah terlalu disibukkan dengan urusan perdagangan.
Kedudukan kota yang terletak di tengah-tengah memudahkan perdagangan dan hubungan antarsuku, yang memberikan kehormatan dan keuntungan kepada mereka. Daerah Mekah dalam adat Arab tidak boleh diganggu dan dirusak oleh perang dan permusuhan pribadi. Dengan demikian, kedudukan mereka aman serta bebas dari rasa takut dan bahaya. Kehormatan dan keuntungan ini karena mereka sebagai pemelihara tempat suci Ka‘bah.
Lanjutan ayat di atas menyebutkan bahwa mereka sudah terbiasa mengadakan perjalanan musim dingin dan musim panas. Di antara mereka ada ikatan yang kuat dalam menjalankan perniagaan dengan sistem kafilah, yang dijalankan dari utara di musim dingin ke daerah Yaman yang panas di selatan, dan di musim panas ke utara, ke daerah dingin di Syam, dan sebaliknya; dari barat ke timur di Persia sampai ke Abisinia di Afrika. Menurut adat Arab, daerah Mekah harus dihormati, tidak boleh dirusak dan terganggu oleh perang atau permusuhan. Quraisy memang dikenal sebagai pengembara dan pedagang yang tangguh, cakap dan terlatih.
Asal-usul Quraisy yang banyak berperan dalam sejarah masyarakat kota itu, dimulai dari abad ke-5. Qusai (480 M), salah seorang anak cucu Fihr, menjadi penguasa Mekah dan daerah-daerah sekitarnya di Hijaz. Sebagai pemimpin yang arif, ia mampu mempersatukan semua kabilah Quraisy. Dilanjutkan dengan usahanya membangun balai pertemuan (Dārun-Nadwah) tempat yang terbukti dapat menyelesaikan perselisihan yang timbul dalam kabilah-kabilah Quraisy, setelah dikonsultasikan dengan pemimpin-pemimpin mereka. Dia juga yang mendapat kepercayaan mengurus Ka‘bah, suatu jabatan yang dipandang paling terhormat di Semenanjung Arab. Dia pula yang menyediakan air (siqāyah) dan persediaan makanan (rifādah) bagi para tamu yang datang berziarah ke sana.
Sebelum meninggal, Qusai sudah menyerahkan tanggung jawab kepengurusan Ka‘bah kepada anaknya yang tertua, ‘Abdud-Dār (kabilah Mus‘ab bin Umair). Tetapi sesudah orang tua itu meninggal, kepemimpinan Quraisy berada di tangan adiknya ‘Abdu-Manaf, dan dari ‘Abdu-Manaf turun kepada Hāsyim anaknya, sebagai penerus. Anak-anak ‘Abdud-Dār memang tidak mampu menjalankan segala pekerjaan yang ditinggalkan para pendahulunya. Karenanya pekerjaan penyediaan air dan makanan dipegang oleh anak-anak ‘Abdu-Manāf. Pada mulanya kepengurusan Ka‘bah ini diserahkan kepada ‘Abdu-Syams bin ‘Abdu-Manāf, kakak Hāsyim, tetapi karena kesibukannya dalam bisnis, tidak lama kemudian ia menyerahkan tugas itu kepada adiknya, Hāsyim.
Mereka tiga bersaudara kandung: ‘Abdu-Syams, Hāsyim, dan Muṭallib dan seorang lagi saudara tiri, Naufal (kabilah Mut‘im bin ‘Ādi). Akan tetapi, Hāsyim tidak ditakdirkan hidup lebih lama. Beberapa tahun kemudian dalam suatu perjalanan niaga musim panas, ia jatuh sakit di Gaza, Palestina, dan meninggal di kota itu. Kedudukannya digantikan oleh adiknya, Muṭallib, yang masih adik ‘Abdu-Syams. Akan tetapi, seperti disebutkan di atas, ‘Abdu-Syams selalu sibuk mengurus perdagangan di Yaman dan di Suria, sementara Naufal sibuk di Irak. Mereka sudah tidak sempat lagi mengurus Ka‘bah di Mekah. Selain itu, Muṭalib memang sangat dihormati oleh masyarakat Mekah. Karena sikapnya yang suka menenggang, lapang dada, pemurah, dan murah hati, oleh Kabilah Quraisy ia dijuluki al-Faiḍ (yang banyak jasanya, pemurah).
Dalam kehidupan politik, sosial, dan ekonomi kedudukan kabilah-kabilah itu sangat menentukan. Quraisy merupakan kabilah atau suku yang sangat menentukan, jauh sebelum kelahiran Nabi Muhammad. Sebagai ganti sebutan “kabilah” kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Banu” atau “Bani” yang berarti “anak-anak atau keturunan” sebagai identitas nama sebuah keluarga besar, seperti Bani Hāsyim, Bani Umayyah, Bani Makhzūm, dan seterusnya.
Kabilah Quraisy bukan pendatang dari luar. Ia lahir dari dalam rahim masyarakat Mekah sendiri. Nama Quraisy merupakan eponim yang diambil dari Quraisy, nama dari salah seorang leluhur mereka yang bernama Fihr. Menurut para ahli nasab (geneaologi), Fihr sebenarnya bernama Quraisy yang kemudian menjadi eponim nama kabilah. Ada pula yang mengatakan namanya memang Fihr dan Quraisy julukannya. Fihr atau Quraisy ini berada dalam garis ke-9 dari Hasyim dan dalam garis ke-12 dari Nabi Muhammad. Seterusnya, Fihr berada dalam garis ke-20 dari Nabi Ibrahim. Demikian catatan para genealogis Arab. Menurut Ibnu Hisyām dalam Sīrah an-Nabī, semua orang Arab keturunan Ismail dan Qahtan. Akan tetapi, ada orang Yaman yang mengatakan bahwa Qahtān adalah putra Ismail, dan Ismail bapak semua orang Arab
Bagaimanapun juga, dalam kehidupan masyarakat Arab soal nasab dipandang sangat penting. Rata-rata orang dapat mengenal nenek moyangnya sampai beberapa generasi, bahkan ada yang mengenal sampai 10 generasi atau lebih.

