ثُمَّ يُعِيْدُكُمْ فِيْهَا وَيُخْرِجُكُمْ اِخْرَاجًا
Ṡumma yu‘īdukum fīhā wa yukhrijukum ikhrājā(n).
Kemudian, dia akan mengembalikanmu ke dalamnya (tanah) dan mengeluarkanmu (pada hari Kiamat) dengan pasti.
kemudian setelah berakhir pertumbuhan yaitu tiba saat kematian, Dia akan mengembalikan kamu ke dalamnya, yaitu tanah, dan mengeluarkan kamu pada hari Kiamat dengan pasti.
Nabi Nuh juga menerangkan kepada kaumnya bahwa mereka akan mati dan akan dikembalikan ke dalam tanah atau dikuburkan. Selanjutnya mereka akan dikeluarkan dari tanah itu pada hari Kiamat untuk diminta pertanggungjawabannya. Karena adanya pertanggungjawaban itu, mereka seharusnya beriman dan berbuat baik dalam kehidupan di dunia ini.
1. Sab‘a Samāwāti سَبْعَ سَمٰواَتٍ (Nūḥ/71: 15)
Kata sab‘ adalah kata bilangan yang berarti tujuh. Darinya diambil kata usbū‘ yang berarti satu minggu. Disebut demikian karena satu minggu terdiri dari tujuh hari. Pada mulanya, kata sab‘ ini digunakan untuk menunjuk bilangan tertentu, yaitu tujuh. Namun, masyarakat Arab juga bisa menggunakan kata ini untuk menunjukkan jumlah banyak, tidak terbatas pada tujuh saja. Kata sab‘un yang menunjukkan bilangan tertentu ini dapat kita temui dalam Surah al-Baqarah/2: 261: …serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, dan tiap-tiap tangkai seratus biji. Mengenai ayat ini, Rasulullah bersabda, “Kebajikan itu dibalas sepuluh kali hingga tujuh ratus kali.” Kata sab‘u mi'ah (tujuh ratus) di atas menunjukkan bilangan tertentu.
Sedangkan kata sab‘un yang menunjukkan jumlah banyak (tidak terbatas pada bilangan tertentu) dapat kita jumpai dalam Surah at-Taubah/9: 80: “Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi mereka ampunan kepada mereka.” Penyebutan angka tujuh puluh ini untuk menunjukkan arti banyak, bukan menetapkan satu bilangan tertentu. Allah tidak bermaksud bahwa seandainya Nabi saw memintakan ampun untuk mereka lebih dari tujuh puluh kali, maka Allah bakal mengampuni mereka. Akan tetapi, maknanya adalah bahwa meskipun Nabi saw banyak berdoa dan memohon ampun bagi orang-orang munafik itu, maka Allah tidak akan mengampuni mereka. Kata sab‘ samāwāt (tujuh langit) dalam ayat ini termasuk kategori yang kedua.
2. Bisāṭan بِسَاطًا (Nūḥ/71: 19)
Kata bisāṭ adalah maṣdar dari kata basaṭa-yabsuṭu-basṭan- bisāṭan. Kata basaṭa memiliki arti yang berkisar pada membentangkan, meluaskan, atau memanjangkan. Darinya diambil kata al-Bāsiṭ, salah satu dari al-Asmā’ al-Ḥusnā, yang berarti Allah yang melapangkan rezeki bagi hamba-hamba-Nya dengan kemurahan dan rahmat-Nya, serta memanjangkan waktu roh di dalam jasad saat ia hidup. Di dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, “Yabsuṭunī mā yabsuṭuhā (Apa yang membahagiakan Fatimah, itulah yang membahagiakanku.” Membahagiakan disebut basaṭa karena bila seseorang merasa senang maka wajahnya mengembang. Darinya diambil kata basṭah yang berarti kelebihan, sebagaimana terdapat dalam Surah al-Baqarah/2: 274.
Adapun yang dimaksud dengan kata bisāṭan di sini adalah sesuatu yang terhampar sehingga bisa didiami dengan nyaman. Ibnu Kasīr di dalam tafsirnya mengatakan bahwa maksudnya adalah Allah menghamparkan bumi dan menguatkannya dengan gunung-gunung yang kokoh.

