v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
User Photo Profile
Al-Quran
Ayat 20 - Surat Nūḥ (Nuh)
نوح
Ayat 20 / 28 •  Surat 71 / 114 •  Halaman 571 •  Quarter Hizb 57.75 •  Juz 29 •  Manzil 7 • Makkiyah

لِّتَسْلُكُوْا مِنْهَا سُبُلًا فِجَاجًا ࣖ

Litaslukū minhā subulan fijājā(n).

agar kamu dapat pergi dengan leluasa di jalan-jalan yang luas.

Makna Surat Nuh Ayat 20
Isi Kandungan oleh Tafsir Wajiz

dan agar kamu dapat pergi kian kemari di jalan-jalan yang luas, sehingga dapat memenuhi kebutuhanmu.

Isi Kandungan oleh Tafsir Tahlili

Allah menegaskan lagi nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada manusia, yaitu Dia telah menciptakan bumi luas dan datar sehingga mereka dapat menjalankan kehidupan dengan mudah. Dengan datarnya permukaan bumi, manusia dapat membuat jalan sehingga mereka dapat menjelajahi bumi sampai ke tempat-tempat yang jauh letaknya.

Ayat-ayat ini menggambarkan bahwa bumi telah dijadikan Allah relatif datar (plane), terlepas dari fakta bahwa di bumi banyak gunung yang dijadikan sebagai tiang pancang permukaan bumi, dan fakta bahwa 70% dari permukaan bumi berupa permukaan laut. Namun demikian, profil permukaan bumi relatif lebih rata dan mulus dibandingkan dengan planet atau benda-benda langit lainnya di alam semesta. Menurut para ahli, kondisi bumi termasuk permukaannya sangat sesuai dengan kondisi kehidupan dan kenyamanan manusia yang menghuninya. Allah dengan kerahmanan-Nya telah mengkondisikan permukaan bumi sehingga manusia menikmati kenyamanan kehidupan di dunia. Mengapa Allah menjadikan permukaan bumi datar (sebagai hamparan)? Sebabnya ialah supaya manusia dapat menjelajahi jalan-jalannya. Ini berarti bahwa Allah mengharapkan manusia agar mempelajari dan mengeksplorasi seluruh permukaan maupun kandungan perut bumi. Yang dimaksud dengan “menjalani jalan-jalan” ini ialah bukan hanya secara fisik menjelajahi permukaan bumi, tapi juga secara ilmiah. Untuk mencapai atau menghasilkan pengetahuan manusia perlu mengembara, menjelajahi seraya mengamati seluruh seluk beluk dan semua pelosok bumi, agar bisa menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di permukaan bumi. Akumulasi pengetahuan manusia mengenai bumi disebut ilmu bumi, dan pada perkembangan lebih lanjut manusia perlu mempelajari ilmu bumi dan juga ilmu-ilmu kebumian serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan untuk dapat mengelola bumi ini.

Isi Kandungan Kosakata

1. Sab‘a Samāwāti سَبْعَ سَمٰواَتٍ (Nūḥ/71: 15)

Kata sab‘ adalah kata bilangan yang berarti tujuh. Darinya diambil kata usbū‘ yang berarti satu minggu. Disebut demikian karena satu minggu terdiri dari tujuh hari. Pada mulanya, kata sab‘ ini digunakan untuk menunjuk bilangan tertentu, yaitu tujuh. Namun, masyarakat Arab juga bisa menggunakan kata ini untuk menunjukkan jumlah banyak, tidak terbatas pada tujuh saja. Kata sab‘un yang menunjukkan bilangan tertentu ini dapat kita temui dalam Surah al-Baqarah/2: 261: …serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, dan tiap-tiap tangkai seratus biji. Mengenai ayat ini, Rasulullah bersabda, “Kebajikan itu dibalas sepuluh kali hingga tujuh ratus kali.” Kata sab‘u mi'ah (tujuh ratus) di atas menunjukkan bilangan tertentu.

Sedangkan kata sab‘un yang menunjukkan jumlah banyak (tidak terbatas pada bilangan tertentu) dapat kita jumpai dalam Surah at-Taubah/9: 80: “Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi mereka ampunan kepada mereka.” Penyebutan angka tujuh puluh ini untuk menunjukkan arti banyak, bukan menetapkan satu bilangan tertentu. Allah tidak bermaksud bahwa seandainya Nabi saw memintakan ampun untuk mereka lebih dari tujuh puluh kali, maka Allah bakal mengampuni mereka. Akan tetapi, maknanya adalah bahwa meskipun Nabi saw banyak berdoa dan memohon ampun bagi orang-orang munafik itu, maka Allah tidak akan mengampuni mereka. Kata sab‘ samāwāt (tujuh langit) dalam ayat ini termasuk kategori yang kedua.

2. Bisāṭan بِسَاطًا (Nūḥ/71: 19)

Kata bisāṭ adalah maṣdar dari kata basaṭa-yabsuṭu-basṭan- bisāṭan. Kata basaṭa memiliki arti yang berkisar pada membentangkan, meluaskan, atau memanjangkan. Darinya diambil kata al-Bāsiṭ, salah satu dari al-Asmā’ al-Ḥusnā, yang berarti Allah yang melapangkan rezeki bagi hamba-hamba-Nya dengan kemurahan dan rahmat-Nya, serta memanjangkan waktu roh di dalam jasad saat ia hidup. Di dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, “Yabsuṭunī mā yabsuṭuhā (Apa yang membahagiakan Fatimah, itulah yang membahagiakanku.” Membahagiakan disebut basaṭa karena bila seseorang merasa senang maka wajahnya mengembang. Darinya diambil kata basṭah yang berarti kelebihan, sebagaimana terdapat dalam Surah al-Baqarah/2: 274.

Adapun yang dimaksud dengan kata bisāṭan di sini adalah sesuatu yang terhampar sehingga bisa didiami dengan nyaman. Ibnu Kasīr di dalam tafsirnya mengatakan bahwa maksudnya adalah Allah menghamparkan bumi dan menguatkannya dengan gunung-gunung yang kokoh.