وَكَذٰلِكَ اَخْذُ رَبِّكَ اِذَآ اَخَذَ الْقُرٰى وَهِيَ ظَالِمَةٌ ۗاِنَّ اَخْذَهٗٓ اَلِيْمٌ شَدِيْدٌ
Wa każālika akhżu rabbika iżā akhażal-qurā wa hiya ẓālimah(tun), inna akhżahū alīmun syadīd(un).
Demikianlah siksaan Tuhanmu apabila Dia mengazab (penduduk) negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya siksaan-Nya sangat pedih lagi sangat berat.
Kemudian Allah mengingatkan, dan begitulah siksa Tuhanmu apabila Dia menyiksa penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim dengan menyekutukan Allah dan berbuat durhaka. Sungguh, siksa-Nya sangat pedih, lagi sangat berat sehingga sulit menghindarkan diri darinya. Kisah-kisah umat terdahulu yang dipaparkan tersebut adalah sebagai pelajaran bagi generasi sesudahnya.
Pada ayat ini, Allah swt menerangkan bahwa azab yang ditimpakan kepada negeri-negeri kaum Nuh, kaum ‘Ād dan kaum Ṡamūd itu juga akan ditimpakan kepada semua negeri yang penduduknya tetap bersifat dan selalu berbuat kerusakan di muka bumi ini. Tidak ada suatu kaum pun yang akan luput dan terhindar daripadanya apabila Allah swt telah menghendakinya. Sabda Nabi Muhammad saw:
إِنَّ الله َتَعَالَى لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ (رواه أحمد و البخاري ومسلم و الترمذي عن أبي موسى الأشعري)
Sesungguhny a Allah swt menangguhkan siksaan bagi orang-orang yang zalim sehingga apabila Dia mengazabnya Dia tidak akan meluputkannya. (Riwayat Aḥmad, al-Bukhārī, Muslim dan at-Tirmiżi dari Abu Mūsā al-Asy’ari)
Sesungguhnya azab Allah itu sangat pedih. Uraian di atas dapat dijadikan pelajaran terutama bagi orang-orang yang zalim, supaya mereka sadar dan menginsafi perbuatannya yang jahat itu. Tidak ada suatu usaha dan kekuatan bagaimanapun hebatnya yang dapat menghalangi atau membendung azab Allah yang akan ditimpakan-Nya kepada suatu negeri atau suatu kaum. Firman Allah swt:
اَوَلَمْ يَسِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَيَنْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْۗ كَانُوْٓا اَشَدَّ مِنْهُمْ قُوَّةً وَّاَثَارُوا الْاَرْضَ وَعَمَرُوْهَآ اَكْثَرَ مِمَّا عَمَرُوْهَا وَجَاۤءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنٰتِ ۗ فَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلٰكِنْ كَانُوْٓا اَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُوْنَۗ ٩ (الرّوم)
Dan tidakkah mereka bepergian di bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul)? Orang-orang itu lebih kuat dari mereka (sendiri) dan mereka telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya melebihi apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang jelas. Maka Allah sama sekali tidak berlaku zalim kepada mereka, tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri mereka sendiri. (ar-Rūm/30: 9)
Qā’im wa ḥaṡīd قَائِم وَحَصِيْد (Hūd/11: 100)
Qā’im adalah isim fa’il dari kata qāma yaqūmu yang berarti tegak atau berdiri. Ada beberapa pengertian untuk lafaz qiyām di antaranya adalah mendirikan sesuatu dengan cara memelihara dan menjaganya. Sedangkan ḥaṡīd terambil dan kata ḥaṣada yang berarti memotong tanaman atau datang masa untuk memanen. Qā’im yang dimaksud adalah negeri-negeri yang dibinasakan ada yang masih kelihatan bekas-bekasnya dengan diibaratkan tanaman yang masih tegak berdiri di muka bumi seperti peninggalan di Mesir dengan Pyramidnya, San’a dengan peninggalan Saba dan Tubba. Sedangkan ḥaṣid adalah ungkapan untuk peninggalan-peninggalkan yang sudah punah dengan diibaratkan seperti tanaman yang telah dituai, hilang tanpa jejak.

