v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
Ayat 20 - Surat Al-Qiyāmah (Hari Kiamat)
القيٰمة
Ayat 20 / 40 •  Surat 75 / 114 •  Halaman 578 •  Quarter Hizb 58.5 •  Juz 29 •  Manzil 7 • Makkiyah

كَلَّا بَلْ تُحِبُّوْنَ الْعَاجِلَةَۙ

Kallā bal tuḥibbūnal-‘ājilah(ta).

Sekali-kali tidak! Bahkan, kamu mencintai kehidupan dunia,

Makna Surat Al-Qiyamah Ayat 20
Isi Kandungan oleh Tafsir Wajiz

20-21. Ayat ini kembali menceritakan tentang orang-orang yang mengabaikan petunjuk Al-Qur’an. Tidak! Bahkan kamu terlalu mencintai kehidupan dunia yang fana ini, dan mengabaikan kehidupan akhirat yang sempurna dan abadi.

Isi Kandungan oleh Tafsir Tahlili

Dalam ayat ini, Allah mencela kehidupan orang musyrik yang sangat mencintai dunia. Allah menyerukan, “Sekali-kali jangan. Sesungguhnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia dan meninggalkan kehidupan akhirat.” Dengan ayat ini terdapat suatu kesimpulan umum bahwa mencintai kehidupan adalah salah satu watak manusia seluruhnya. Memang ada sebagian yang mengharapkan kebahagiaan akhirat, namun yang mencintai hidup dunia serta mendustai adanya hari kebangkitan jauh lebih besar jumlahnya.

Isi Kandungan Kosakata

1. Nāḍirah نَاضِرَةٌ (al-Qiyāmah/75: 22)

Kata nāḍirah adalah isim fā‘il dari naḍara-yanḍuru-naḍran, naḍratan, naḍāratan, yang berarti segar, bagus, cantik. Dari sinilah berkembang makna nāḍirah yang dalam ayat 22 Surah al-Qiyāmah menjadi berseri-seri, yakni pada hari Kiamat ada wajah-wajah yang berseri-seri.

Dalam Al-Qur’an kata nāḍirah hanya sekali disebutkan dan dalam bentuk lainnya juga disebutkan satu kali yaitu dengan kata naḍratan pada Surah al-Insān/76 ayat 11.

2. Nāẓirah نَاظِرَةٌ (al-Qiyāmah/75: 23)

Nāẓirah merupakan bentuk isim fa‘il dari kata kerja naẓara-yanẓuru yang artinya melihat. Dengan demikian, nāẓirah diartikan sebagai yang melihat. Dalam kaitan dengan maknanya pada ayat ini ada dua pendapat yang saling berbeda. Yang pertama memahami bahwa maknanya adalah sebagaimana arti utamanya, yaitu melihat dengan mata kepala. Dengan arti seperti ini, maka ayat tersebut mengisyaratkan bahwa manusia dapat melihat Tuhan kelak di akhirat. Dalam konteks ayat ini sebagian dari kelompok ini menggarisbawahi bahwa melihat yang dimaksud adalah dengan pandangan khusus. Namun sebagian lagi menyatakan bahwa yang dimaksud adalah melihat dengan mata kepala. Pendapat yang terakhir ini didasarkan pada hadis-hadis yang diriwayatkan sekian banyak orang dan berasal dari beberapa sahabat, antara lain Jarīr bin ‘Abdillāh, Abū Hurairah, dan Abū Sa‘īd al-Khudrī. Di antaranya adalah yang diriwayatkan al-Bukhārī dari Jarīr bin ‘Abdillāh bahwa Nabi saw duduk bersama sahabat-sahabat saat bulan purnama, kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhan kamu sebagaimana kamu melihat bulan purnama ini.”

Sementara itu, kelompok kedua memahami nāẓirah bukan dalam arti melihat, tetapi dalam arti menunggu. Arti menanti ini diambil karena juga merupakan salah satu makna dari kata tersebut. Yang dimaksud pada ayat ini adalah menunggu nikmat-nikmat Allah. Pemaknaan seperti ini, menurut mereka, didasarkan pada argumen bahwa mata manusia yang bersifat materi tidak akan mampu melihat Tuhan yang immateri. Selain itu ada pula ayat yang menguatkan pendapat bahwa mata itu tidak dapat menjangkau Tuhan, seperti firman Allah pada Surah al-An‘ām ayat 103, yaitu: “Dia tidak dapat dijangkau oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat menjangkau segala penglihatan, dan Dialah Yang Maha Tersembunyi lagi Maha Mengetahui.”