اِلٰى رَبِّكَ يَوْمَىِٕذِ ِۨالْمُسْتَقَرُّۗ
Ilā rabbika yauma'iżinil-mustaqarr(u).
(Hanya) kepada Tuhanmu tempat kembali pada hari itu.
11-13. Pertanyaan manusia pada akhir ayat yang lalu, diberikan jawab-annya pada ayat-ayat ini. Sekali-kali tidak! Tidak ada tempat berlindung kecuali pada Allah semata! Hanya kepada Tuhanmu sajalah yang selama ini berbuat baik kepadamu wahai manusia, tidak kepada siapa pun selain-Nya, tempat kembali pada hari itu. Allah yang akan memutuskan seadil-adilnya atas segala urusan manusia. Pada hari itu diberitakan secara jelas dan tegas kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya.
Kemudian dalam ayat ini diterangkan keadaan yang sebenarnya dan ke mana manusia hendak dikumpulkan. Hanya kepada Allah tempat manusia kembali. Di tempat penuh kesengsaraan atau di tempat penuh nikmat penuh kebahagiaan. Semuanya tergantung kepada kehendak Allah. Dia Penguasa Tunggal di hari itu. Semua manusia kembali kepada Allah tanpa kecuali. Ke sanalah tujuan perjalanan hidup yang terakhir. Allah berfirman:
وَاَنَّ اِلٰى رَبِّكَ الْمُنْتَهٰىۙ ٤٢
Dan sesungguhnya kepada Tuhanmulah kesudahannya (segala sesuatu). (an-Najm/53: 42)
1. An-Nafsul-Lawwāmah النَّفْسُ اللَّوَّامَةُ (al-Qiyāmah/75: 2)
Kata al-nafs berasal dari fi‘il (kata kerja) nafasa yang berarti “bernapas”. Arti kata tersebut berkembang, sehingga ditemukan arti-arti yang beraneka ragam seperti: menghilangkan, melahirkan, bernapas, jiwa, roh, darah, manusia, diri, hakikat, dan sebagainya.
Kata an-nafs dengan segala bentuknya terulang 313 kali di dalam Al-Qur’an, termasuk dalam Surah al-Qiyāmah ayat 2. Sebanyak 72 kali di antaranya disebut dalam bentuk nafs yang berdiri sendiri.
Sedangkan kata lawwāmah terambil dari kata: lāma-yalūmu-lawman yang berarti “mengecam”. Yang dimaksud di sini adalah menyesal sehingga mengecam diri sendiri. Kata lawwāmah hanya satu kali disebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu pada Surah al-Qiyāmah ayat 2.
Dengan demikian, maka makna kata an-nafsul-lawwāmah dalam Surah al-Qiyāmah ayat 2 diartikan jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri. Jiwa yang menyandang sifat an-nafsul-lawwāmah berada di antara dua jiwa lainnya, yaitu al-muṭmainnah, yakni yang selalu patuh kepada tuntunan Allah dan merasa tenang dengannya, dan al-ammārah, yakni yang selalu durhaka dan mendorong pemiliknya untuk membangkang perintah Allah dan mengikuti nafsunya.
2. Banānahu بَنَانَهُ (al-Qiyāmah/75: 4)
Kata banānahu terdiri dari dua kata, yaitu banān dan al-hā' (kata ganti kepunyaan orang ketiga tunggal), yang berarti jari-jarinya. Kata banān adalah bentuk jamak dari banānah, yang berarti jari, ujung jari. Yang dimaksud dalam Surah al-Qiyāmah/75: 4 ini adalah tulang-tulang kecil yang terdapat pada ujung jari-jari kaki dan tangan.
Kata banānahu hanya satu kali disebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu pada Surah al-Qiyāmah/75: 4. Sedangkan dalam bentuk berdiri sendiri tanpa disandarkan dengan kata lain, yaitu banān juga disebutkan hanya 1 kali dalam Al-Qur’an yaitu pada Surah al-Anfāl/8: 12.
3. Ma‘āżīrahu مَعَاذِيْرَهُ (al-Qiyāmah/75: 15)
Kata ma‘āżīrahu terdiri dari dua kata yaitu ma‘āżīr dan al-hā' (kata ganti kepunyaan orang ketiga tunggal), yang berarti alasan-alasannya atau argumentasi-argumentasinya. Kata ma‘āżīr adalah bentuk jamak dari kata ma‘żirah. Kata ini pada mulanya digunakan dalam arti alasan atau argumentasi, kemudian kata ini digunakan dalam arti upaya menutupi atau memberi argumentasi untuk menampik kecaman atau siksaan.
Kata ma‘żirah dengan beberapa bentuk lainnya disebutkan dua belas kali dalam Al-Qur’an, antara lain disebutkan dalam Surah (al-Qiyāmah) ayat 15, yaitu dengan kata ma‘āżīrahu. Dari ayat-ayat tersebut, sebagian besar maknanya adalah suatu alasan yang ditujukan kepada Allah dan nabi-Nya supaya dapat dikeluarkan dari api neraka atau dimaafkan dari kesalahan. Akan tetapi, kata ma‘żirah atau ‘użur digunakan untuk pemberian alasan yang tidak dapat diterima Allah.

