۞ وَلَوْ رَحِمْنٰهُمْ وَكَشَفْنَا مَا بِهِمْ مِّنْ ضُرٍّ لَّلَجُّوْا فِيْ طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُوْنَ
Wa lau raḥimnāhum wa kasyafnā mā bihim min ḍurril lalajjū fī ṭugyānihim ya‘mahūn(a).
Seandainya Kami rahmati mereka dan Kami lenyapkan kemudaratan yang menimpanya,510) niscaya mereka akan terus terombang-ambing dalam kesesatannya.
Dan sesungguhnya engkau pasti telah menyeru mereka kepada jalan yang lurus. Orang-orang kafir itu menolak seruan Nabi karena mereka tidak meyakini adanya hari Pembalasan. Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat benar-benar telah menyimpang jauh dari jalan yang lurus menuju jalan kesesatan. Tidak ada jalan menuju kebahagiaan selain jalan Allah. Allah mengazab dan membinasakan mereka akibat bersikap keras kepala. Namun, seandainya mereka Kami kasihani, dan Kami lenyapkan malapetaka yang menimpa mereka, pasti mereka akan terus-menerus terombang-ambing dalam kesesatan mereka. Mereka akan tetap pada kekufuran dan kedurhakaan mereka seperti sediakala.
Ayat ini mengatakan bahwa walaupun Allah memberi rahmat kepada mereka dan menyingkirkan bahaya yang mengancam, mereka tetap tidak akan mensyukuri rahmat itu, bahkan mereka akan bertambah durhaka dan tetap akan melakukan maksiat dan kezaliman. Tidak ada satu kebaikan pun yang dapat diharapkan dari mereka. Bahkan, sebagaimana dijelaskan Al-Qur’an, di akhirat nanti setelah melihat dahsyatnya siksaan yang akan ditimpakan kepada diri mereka, kemudian permintaan mereka untuk dikembalikan ke dunia dikabulkan guna memperbaiki kesalahan mereka, namun mereka akan tetap juga melakukan maksiat dan akan tetap juga menjadi orang-orang yang ingkar dan durhaka. Allah berfirman pada ayat lain:
وَلَوْ تَرٰٓى اِذْ وُقِفُوْا عَلَى النَّارِ فَقَالُوْا يٰلَيْتَنَا نُرَدُّ وَلَا نُكَذِّبَ بِاٰيٰتِ رَبِّنَا وَنَكُوْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْن َ ٢٧ بَلْ بَدَا لَهُمْ مَّا كَانُوْا يُخْفُوْنَ مِنْ قَبْلُ ۗوَلَوْ رُدُّوْا لَعَادُوْا لِمَا نُهُوْا عَنْهُ وَاِنَّهُمْ لَكٰذِبُوْنَ ٢٨
Dan seandainya engkau (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, mereka berkata, ”Seandainya kami dikembalikan (ke dunia) tentu kami tidak akan mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman.” Tetapi (sebenarnya) bagi mereka telah nyata kejahatan yang mereka sembunyikan dahulu. Seandainya mereka dikembalikan ke dunia, tentu mereka akan mengulang kembali apa yang telah dilarang mengerjakannya. Mereka itu sungguh pendusta. (al-An‘ām/6: 27-28)
1. Kharjan خَرْجًا (al-Mu’minūn/23: 72)
Lafal al-kharj (ﺍﻟﺨﺮﺝ) artinya uang belanja, pengeluaran uang, atau imbalan, berasal dari fi’il ﺃﻭﺧﺮﻭﺟﺎ ﺧﺮﺟﺎ ﻳﺨﺮﺝ ﺧﺮﺝ artinya keluar. Lafal ﺧﺮﺟﺎ pada ayat 72 surah al-Mu’minun ini sebagai maf’ul atau obyek dari fi’il sebelumnya. Firman Allah dalam ayat ini yaitu ﺃﻡ ﺗﺴﺄﻟﻬﻢ ﺧﺮﺟﺎ artinya: Apakah kamu (Muhammad) meminta imbalan dari mereka? Sesungguhnya Nabi tidak pernah meminta imbalan kepada orang-orang kafir dalam berdakwah dan mengajak mereka mengikuti petunjuk Al-Qur’an, karena selain dakwah Nabi adalah suatu kewajiban dari Allah, juga Nabi sangat sadar bahwa beliau harus melaksanakannya dengan ikhlas, tanpa mengharap imbalan apa pun dari manusia. Pada akhir ayat dilukiskan bahwa soal imbalan, tentu dari Allah akan lebih baik dari manusia, karena Allah Maha memberi rezeki. Pertanyaan ini diajukan karena orang-orang kafir masih saja menolak dakwah Nabi yang membawa petunjuk Al-Qur’an, padahal sebetulnya mereka sangat membutuhkan petunjuk tersebut.
2. Lalajjū لَلَجُّوْا (al-Mu’minūn/23: 75)
Lafal lalajjū (ﻟﻠﺠﻮﺍ) berasal dari fi’il ﻭﻟﺠﺎﺟﺔ ﻟﺠﺠﺎ ﻳﻠﺞ ﻟﺞ artinya berkeras hati, berketetapan, berkeras kepala (tidak mau mundur), kemudian didahului ﻻﻡﺍﻟﺗﻮﻜﻴﺪ yaitu lam yang memperkuat fi’il tersebut dan disambung dengan ﻭﺍﻭﺍﻟﺠﻤﺎﻋ yaitu waw yang menjadi fa’il atau pelaku perbuatan tersebut sebagai kata ganti mereka. Maka ﻟﻠﺠﻮﺍ artinya : mereka pasti tetap berkeras kepala dan tidak mau mundur sama sekali. Pada ayat 75 surah al-Mu’minun ini Allah menerangkan bahwa walaupun orang-orang kafir dikasihani dan Allah melenyapkan malapetaka yang menimpa mereka dengan menolong mereka dari kelaparan, tetapi mereka tetap saja tidak mau berhenti dari perbuatan yang dilarang Allah dan menyesatkan. Mereka tetap saja berkeras kepala dengan terus-menerus melakukan maksiat dan tetap ingkar pada agama serta durhaka kepada Allah.

