v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
Ayat 71 - Surat Al-Mu'minūn (Orang-Orang Mukmin)
المؤمنون
Ayat 71 / 118 •  Surat 23 / 114 •  Halaman 346 •  Quarter Hizb 35.25 •  Juz 18 •  Manzil 4 • Makkiyah

وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ اَهْوَاۤءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُ وَمَنْ فِيْهِنَّۗ بَلْ اَتَيْنٰهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُّعْرِضُوْنَ ۗ

Wa lawittaba‘al-ḥaqqu ahwā'ahum lafasadatis-samāwātu wal-arḍu wa man fīhinn(a), bal ataināhum biżikrihim fahum ‘an żikrihim mu‘riḍūn(a).

Seandainya kebenaran itu menuruti keinginan mereka, niscaya binasalah langit dan bumi serta semua yang ada di dalamnya. Bahkan, Kami telah mendatangkan (Al-Qur’an sebagai) peringatan mereka, tetapi mereka berpaling dari peringatan itu.

Makna Surat Al-Mu'minun Ayat 71
Isi Kandungan oleh Tafsir Wajiz

Ayat sebelumnya mengisyaratkan bahwa kaum kafir ingin hawa nafsu mereka dituruti. Dengan tegas Allah menolak keinginan itu, “Dan seandainya kebenaran itu menuruti keinginan mereka yang penuh kebatilan dan mengabaikan kebenaran, pasti binasalah langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya. Rusaklah keteraturan sistemnya karena kejahatan akan merajalela, penindasan orang yang kuat kepada yang lemah, dan sebagainya. Bahkan, sebenarnya Kami telah memberikan Al-Qur’an yang berisi peringatan, kebanggaan, dan kemuliaan kepada mereka, tetapi mereka berpaling dari peringatan itu.

Isi Kandungan oleh Tafsir Tahlili

Kemudian Allah menjelaskan bahwa kalau Al-Qur’an mengikuti kemauan orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya, yang menye-kutukan Allah dan mengatakan bahwa Dia mempunyai anak, serta membenarkan segala perbuatan dosa dan munkar, tentulah dunia ini akan rusak binasa sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:

لَوْ كَانَ فِيْهِمَآ اٰلِهَةٌ اِلَّا اللّٰهُ لَفَسَدَتَاۚ فَسُبْحٰنَ اللّٰهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُوْنَ ٢٢

Seandainya pada keduanya (di langit dan di bumi) ada tuhan-tuhan selain Allah, tentu keduanya telah binasa. Mahasuci Allah yang memiliki ‘Arsy, dari apa yang mereka sifatkan.(al-Anbiyā’/21: 22)

Kalau Al-Qur’an membolehkan perbuatan zalim, aniaya, dan mening-galkan keadilan tentu akan terjadi kekacauan dan keguncangan hebat dalam masyarakat. Kalau Al-Qur’an membolehkan pelanggaran hak, perampasan harta sehingga si lemah menjadi santapan yang empuk bagi si kuat, tentulah dunia ini tidak akan aman dan tenteram selama-lamanya. Hal ini telah terbukti pada diri mereka sendiri. Hampir saja masyarakat Arab pada masa Jahiliah rusak binasa, karena tidak mempunyai norma-norma akhlak yang mulia, tidak ada syariat dan peraturan yang mereka patuhi. Mereka hanya membangga-banggakan kekayaan dan kekuatan sehingga untuk memperebutkannya mereka jatuh dalam jurang perselisihan dan peperangan yang tidak habis-habisnya.

Allah kembali menerangkan bahwa Dia telah mengaruniakan kepada mereka sesuatu yang seharusnya menjadi kebanggaan bagi mereka yaitu Al-Qur’an. Mengapa mereka berpaling daripadanya, menolak, menganggap hina, dan memperolok-olokkannya. Kalau mereka sadar dan insaf tentulah mereka tidak akan berbuat seperti itu. Padahal terbukti kemudian bahwa Al-Qur’an itu menjadikan mereka bangsa yang mulia dan mereka bangga karena Al-Qur’an turun pertama kali kepada mereka dan menggunakan bahasa mereka, sesuai dengan firman Allah:

وَاِنَّهٗ لَذِكْرٌ لَّكَ وَلِقَوْمِكَ ۚوَسَوْفَ تُسْـَٔلُوْنَ ٤٤

Dan sungguh, Al-Qur’an itu benar-benar suatu peringatan bagimu dan bagi kaummu, dan kelak kamu akan diminta pertanggungjawaban. (az-Zukhruf/43: 44)

Isi Kandungan Kosakata

1. Kharjan خَرْجًا (al-Mu’minūn/23: 72)

Lafal al-kharj (ﺍﻟﺨﺮﺝ) artinya uang belanja, pengeluaran uang, atau imbalan, berasal dari fi’il ﺃﻭﺧﺮﻭﺟﺎ ﺧﺮﺟﺎ ﻳﺨﺮﺝ ﺧﺮﺝ artinya keluar. Lafal ﺧﺮﺟﺎ pada ayat 72 surah al-Mu’minun ini sebagai maf’ul atau obyek dari fi’il sebelumnya. Firman Allah dalam ayat ini yaitu ﺃﻡ ﺗﺴﺄﻟﻬﻢ ﺧﺮﺟﺎ artinya: Apakah kamu (Muhammad) meminta imbalan dari mereka? Sesungguhnya Nabi tidak pernah meminta imbalan kepada orang-orang kafir dalam berdakwah dan mengajak mereka mengikuti petunjuk Al-Qur’an, karena selain dakwah Nabi adalah suatu kewajiban dari Allah, juga Nabi sangat sadar bahwa beliau harus melaksanakannya dengan ikhlas, tanpa mengharap imbalan apa pun dari manusia. Pada akhir ayat dilukiskan bahwa soal imbalan, tentu dari Allah akan lebih baik dari manusia, karena Allah Maha memberi rezeki. Pertanyaan ini diajukan karena orang-orang kafir masih saja menolak dakwah Nabi yang membawa petunjuk Al-Qur’an, padahal sebetulnya mereka sangat membutuhkan petunjuk tersebut.

2. Lalajjū لَلَجُّوْا (al-Mu’minūn/23: 75)

Lafal lalajjū (ﻟﻠﺠﻮﺍ) berasal dari fi’il ﻭﻟﺠﺎﺟﺔ ﻟﺠﺠﺎ ﻳﻠﺞ ﻟﺞ artinya berkeras hati, berketetapan, berkeras kepala (tidak mau mundur), kemudian didahului ﻻﻡﺍﻟﺗﻮﻜﻴﺪ yaitu lam yang memperkuat fi’il tersebut dan disambung dengan ﻭﺍﻭﺍﻟﺠﻤﺎﻋ yaitu waw yang menjadi fa’il atau pelaku perbuatan tersebut sebagai kata ganti mereka. Maka ﻟﻠﺠﻮﺍ artinya : mereka pasti tetap berkeras kepala dan tidak mau mundur sama sekali. Pada ayat 75 surah al-Mu’minun ini Allah menerangkan bahwa walaupun orang-orang kafir dikasihani dan Allah melenyapkan malapetaka yang menimpa mereka dengan menolong mereka dari kelaparan, tetapi mereka tetap saja tidak mau berhenti dari perbuatan yang dilarang Allah dan menyesatkan. Mereka tetap saja berkeras kepala dengan terus-menerus melakukan maksiat dan tetap ingkar pada agama serta durhaka kepada Allah.