وَمَا يَذْكُرُوْنَ اِلَّآ اَنْ يَّشَاۤءَ اللّٰهُ ۗهُوَ اَهْلُ التَّقْوٰى وَاَهْلُ الْمَغْفِرَةِ ࣖ
Wa mā yażkurūna illā ay yasyā'allāh(u), huwa ahlut-taqwā wa ahlul-magfirah(ti).
Mereka tidak akan mengambil pelajaran darinya (Al-Qur’an), kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dialah yang (kita) patut bertakwa kepada-Nya dan yang berhak memberi ampunan.
Ayat sebelumnya dapat menimbulkan kesan bahwa manusia memiliki kebebasan mutlak, maka ayat ini menegaskan bahwa, dan mereka tidak akan mengambil pelajaran dari Al-Qur’an kecuali jika Allah menghendakinya. Dialah Tuhan yang patut kita bertakwa kepada-Nya dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dan Dia juga yang berhak memberi ampunan kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya.
Ayat ini menegaskan bahwa mereka tidak akan mengambil pelajaran dari Al-Qur’an kecuali jika Allah menghendakinya. Hanya Dia yang berhak memberi ampunan.
Tegasnya tidak ada yang memperoleh peringatan dan pengajaran dari Al-Qur’an melainkan siapa yang dikehendaki Allah. Tidak seorang pun yang sanggup berbuat demikian kecuali berdasarkan kekuasaan yang diberikan Allah. Begitulah Allah berbuat sekehendak-Nya tanpa terhalang oleh siapa pun. Oleh karena itulah kepada Allah saja manusia patut bertakwa, hanya Dia saja yang harus ditakuti dan Dia saja yang harus ditaati. Dialah memberikan ampunan kepada hamba-Nya yang beriman.
Dalam sebuah hadis disebutkan:
أَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:فِيْ قَوْلِهِ: ﴿هُوَ اَهْلُ التَّقْوٰى وَاَهْلُ الْمَغْفِرَةِ قَالَ يَقُوْلُ رَبُّكُمْ: أَنْ اُتَّقَى أَنْ يُجْعَلَ مَعِيْ اِلَهٌ وَمَنِ اتَّقَى وَلَنْ يَجْعَلَ مَعِيْ اِلَهًا غَيْرِيْ فَأَنَا أَهْلٌ أَنْ اَغْفِرَ لَهُ. (رواه أحمد والدارمي والترمذي و النسائي و ابن ماجه عن أنس بن مالك)
Bahwasanya Rasulullah saw, membaca ayat ini “huwa ahlut-taqwā wa ahlul-magfirah” dan bersabda, “Tuhanmu berfirman, ‘Sayalah yang paling patut ditakuti, maka janganlah dijadikan bersama-Ku Tuhan yang lain. Barang siapa yang takwa kepada-Ku dan sekali-kali ia tidak menjadikan bersama-Ku Tuhan yang lain, maka Aku-lah yang berhak untuk mengampuninya’.” (Riwayat Aḥmad, ad-Dārimī, at-Tirmizī, an-Nasā'ī, dan Ibnu Mājah dari Anas bin Mālik)
Qaswarah قَسْوَرَة (al-Muddaṡṡir/74: 51)
Kata qaswarah terambil dari kata qasara-yaqsiru-qasran yang berarti memaksa, menaklukkan, berani, kuat perkasa. Kata qaswarah mempunyai banyak arti, antara lain berarti singa, pemburu, penembak jitu, dan awal kegelapan. Keempat arti tersebut semuanya dapat menjadi penakluk sesuatu. Oleh sebab itu, kata asal qasara maknanya antara lain adalah menaklukkan. Kata qaswarah dalam ayat 51 Surah al-Muddaṡṡir berarti singa. Kata qaswarah hanya satu kali disebutkan dalam Al-Qur’an.

