ثُمَّ يَطْمَعُ اَنْ اَزِيْدَۙ
Ṡumma yaṭma‘u an azīd(a).
Kemudian, dia ingin sekali agar Aku menambahnya.
Kemudian dia juga berharap ingin sekali agar Aku menambahnya dengan bentuk anugerah lainnya, bahkan kalau bisa diberikan surga.
Ayat ini menyatakan bahwa al-Walīd ingin sekali supaya Allah menambah kekayaannya, walaupun sudah demikian kaya dalam segala-galanya. Dia masih mengharapkan tambahan dari apa yang sudah ada. Begitulah watak manusia yang tidak kenal puas, tidak pernah terbatas angan-angan dan keinginannya. Watak ini akan selalu muncul sepanjang zaman. Rasulullah saw telah memperingatkan dalam sabdanya yang berbunyi:
لَوْ كَانَ ِلابْنِ آدَمَ وَادٍ مِنْ مَالٍ لَابْتَغَى إِلَيْهِ ثَانِيًا وَلَوْكَانَ لَهُ وَادِيَانِ لَابْتَغَى إِلَيْهِ ثَالِثًا. (رواه البخاري ومسلم والترمذي و أحمد عن أنس)
Andaikata anak Adam (manusia) mempunyai satu lembah dari harta, pastilah ia menginginkan yang kedua dan jika ia memiliki dua lembah, pastilah ia menginginkan yang ketiga. (Riwayat al-Bukhārī, Muslim, at-Tirmiżī, dan Aḥmad dari Anas)
Dalam hadis lain, Rasulullah bersabda:
مَنْهُوْ َانِ لَا يَشْبَعَانِ طَالِبُ عِلْمٍ وَطَالِبُ دُنْيَا. (رواه الدارمي عن ابن عبّاس)
Dua orang yang banyak makan yang tidak pernah kenyang (yakni) penuntut ilmu dan pencari harta benda. (Riwayat ad-Dārimī dari Ibnu ‘Abbās)
Kesombongan al-Walīd memang keterlaluan sekali. Al-Qurṭubī mengatakan bahwa al-Ḥasan dan lainnya berkata, “Al-Walīd pernah melontarkan ucapan:
إِنْ كَانَ مُحَمَّدٌ صَادِقًا فَمَا خُلِقَتِ الْجَنَّةُ اِلَّا لِيْ. (رواه القرطبي والألوسي)
Kalau memang Muhammad itu seorang yang benar, tentulah surga itu tidak diciptakan melainkan untuk saya. (Riwayat al-Qurṭubī dan al-Alūsī)
1. Waḥīdan وَحِيْدًا (al-Muddaṡṡir/74: 11)
Kata waḥīd terambil dari kata waḥada-yaḥidu-waḥdan dan waḥdatan yang berarti satu atau awal bilangan. Wāḥid dan waḥīd berarti: esa, tunggal, sendirian, yang tidak ada bandingannya.
Kata waḥīd yang disebutkan dalam ayat 11 Surah al-Muddaṡṡir berarti sendirian, maksudnya bahwa Allah menciptakan makhluk-Nya hanya sendirian tanpa bantuan siapapun. Kata waḥīd hanya satu kali disebutkan dalam Al-Qur’an.
2. ‘Anīdan عَنِيْدًا (al-Muddaṡṡir/74: 16)
Kata ‘anīd terambil dari kata ‘anada-ya‘nudu/ya‘nidu , yang berarti menyimpang, durhaka, menolak, atau menentang kebenaran dengan sadar, yakni mengetahui kebenaran namun menolaknya. Orang yang bersikap demikian disebut ‘ānid atau mu‘ānid. Akan tetapi, jika sikap tersebut telah menjadi sifat seseorang karena sering melakukannya, maka ia disebut ‘anīd.
Dengan demikian, maka kata ‘anīd dalam ayat 16 Surah al-Muddaṡṡir tersebut di atas dapat diartikan dengan “selalu menentang kebenaran padahal ia telah mengetahuinya”. Kata ‘anīd disebutkan hanya satu kali dalam Al-Qur’an.

