ثُمَّ عَبَسَ وَبَسَرَۙ
Ṡumma ‘abasa wa basar(a).
Kemudian, dia berwajah masam dan cemberut (karena tidak menemukan kelemahan Al-Qur’an).
lalu sesudah itu dia berwajah masam dan cemberut, karena dia tidak menemukan celah untuk melecehkannya,
Ayat ini mengungkapkan bahwa al-Walīd bermasam muka dan cemberut karena gagal mencari kelemahan Al-Qur’an, dan tidak tahu lagi apa yang harus diucapkan untuk mencelanya. Hal ini merupakan isyarat bahwa al-Walīd dan orang-orang yang ahli seperti dia sebenarnya dalam hati kecilnya telah mengakui kebenaran Nabi Muhammad. Hanya saja sikap keras kepalanya (kufur ‘inād) mendorongnya untuk mencaci dan mencela Nabi. Andaikata ia mantap pada keyakinannya akan kebenaran tersebut, tentu dia mendapat yang ia inginkan. Tidak mungkin dia berwajah cemberut yang melambangkan perasaan yang tidak puas.
1. Waḥīdan وَحِيْدًا (al-Muddaṡṡir/74: 11)
Kata waḥīd terambil dari kata waḥada-yaḥidu-waḥdan dan waḥdatan yang berarti satu atau awal bilangan. Wāḥid dan waḥīd berarti: esa, tunggal, sendirian, yang tidak ada bandingannya.
Kata waḥīd yang disebutkan dalam ayat 11 Surah al-Muddaṡṡir berarti sendirian, maksudnya bahwa Allah menciptakan makhluk-Nya hanya sendirian tanpa bantuan siapapun. Kata waḥīd hanya satu kali disebutkan dalam Al-Qur’an.
2. ‘Anīdan عَنِيْدًا (al-Muddaṡṡir/74: 16)
Kata ‘anīd terambil dari kata ‘anada-ya‘nudu/ya‘nidu , yang berarti menyimpang, durhaka, menolak, atau menentang kebenaran dengan sadar, yakni mengetahui kebenaran namun menolaknya. Orang yang bersikap demikian disebut ‘ānid atau mu‘ānid. Akan tetapi, jika sikap tersebut telah menjadi sifat seseorang karena sering melakukannya, maka ia disebut ‘anīd.
Dengan demikian, maka kata ‘anīd dalam ayat 16 Surah al-Muddaṡṡir tersebut di atas dapat diartikan dengan “selalu menentang kebenaran padahal ia telah mengetahuinya”. Kata ‘anīd disebutkan hanya satu kali dalam Al-Qur’an.

