وَلَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِۗ
Wa lā yaḥuḍḍu ‘alā ṭa‘āmil-miskīn(i).
dan tidak menganjurkan untuk memberi makan orang miskin.
dan dia tidak mendorong orang lain untuk memberi makan orang miskin yang tidak mempunyai kecukupan untuk memenuhi keperluan hidupnya sehari-hari. Bila dia enggan mendorong orang lain untuk memberi makan dan memperhatikan kesejahteraan anak yatim, bagaimana mungkin dia, dengan kekikiran dan kecintaannya pada harta, mendorong dirinya sendiri untuk berbuat demikian?
Allah menegaskan lebih lanjut sifat pendusta itu, yaitu dia tidak mengajak orang lain untuk membantu dan memberi makan orang miskin. Bila tidak mau mengajak orang memberi makan dan membantu orang miskin berarti ia tidak melakukannya sama sekali. Berdasarkan keterangan di atas, bila seorang tidak sanggup membantu orang-orang miskin maka hendaklah ia menganjurkan orang lain agar melakukan usaha yang mulia itu.
1. Yurā’ūna يُرآءُوْنَ (al-Mā‘ūn/107: 6)
Yurā’ūna merupakan kata kerja yang terambil dari ra’a-yarā yang artinya melihat. Dari akar kata ini muncul pula term riyā’, yang makna aslinya merupakan istilah untuk menyebut orang yang melakukan sesuatu sambil melihat adakah manusia yang memperhatikannya, sehingga bila tidak ada yang melihatnya, ia tidak melakukannya. Ia bersikap demikian karena mengharap orang yang melihatnya akan memberikan pujian padanya. Dengan kata lain, orang yang bersikap riyā’ adalah yang bila ia melakukan sesuatu selalu berusaha atau berkeinginan agar dilihat atau diperhatikan orang lain untuk mendapat pujian. Dari makna ini, kata riyā’ atau yurā’ūna diartikan sebagai melakukan suatu pekerjaan bukan karena Allah semata, tetapi juga mendapatkan pujian atau popularitas.
Riyā’ adalah suatu sifat yang sangat abstrak. Keberadaannya sulit atau bahkan mustahil untuk dideteksi orang lain. Bahkan orang yang bersangkutan juga sering tidak menyadari akan keberadaan sifat ini pada dirinya. Lebih-lebih bila ia sedang asyik atau disibukkan oleh kegiatan yang dilakukannya. Karena itulah, setiap orang dianjurkan untuk memulai pekerjaannya dengan membaca basmalah, yang manfaatnya antara lain untuk menghindarkan diri dari sikap riyā’ ini.
2. Al-Mā‘ūn الْمَاعُوْنَ (al-Mā‘ūn/107: 7)
Al-Mā‘ūn berasal dari kata kerja a‘āna-yu‘īnu, yang artinya membantu dengan sesuatu yang jelas, baik dengan menggunakan alat atau fasilitas sehingga memudahkan tercapainya sesuatu yang diharapkan. Pendapat lain mengatakan bahwa term ini berasal dari kata ma‘ūnah yang berarti bantuan. Selain itu ada pula yang berpendapat bahwa istilah ini berasal dari kata al-ma‘n, yang artinya sedikit.
Dalam berbagai tafsir dijelaskan bahwa makna yang dituju dari kata ini bermacam-macam. Ada yang menafsirkannya sebagai zakat, harta benda, alat-alat rumah tangga, air, barang keperluan sehari-hari, dan lainnya. Bila diperhatikan, semuanya menunjuk pada sesuatu yang sangat diperlukan walau hanya sedikit. Dengan makna ini dapat dipahami betapa tercelanya orang yang menghalangi orang lain untuk memberikan bantuan kepada yang memerlukan, walau hanya sedikit.

