v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
Ayat 7 - Surat Al-Lail (Malam)
الّيل
Ayat 7 / 21 •  Surat 92 / 114 •  Halaman 595 •  Quarter Hizb 60.25 •  Juz 30 •  Manzil 7 • Makkiyah

فَسَنُيَسِّرُهٗ لِلْيُسْرٰىۗ

Fa sanuyassiruhū lil-yusrā.

Kami akan melapangkan baginya jalan kemudahan (kebahagiaan).

Makna Surat Al-Lail Ayat 7
Isi Kandungan oleh Tafsir Wajiz

maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan dan kebahagiaan; menuju surga. Kami juga akan memudahkan jalannya untuk senantiasa beramal saleh dan taat kepada Kami.

Isi Kandungan oleh Tafsir Tahlili

Dalam ayat ini, Allah menerangkan adanya tiga tingkah laku manusia. Pertama, suka memberi, yaitu menolong antara sesama manusia. Ia tidak hanya mengeluarkan zakat kekayaannya, yang merupakan kewajiban, tetapi juga berinfak, bersedekah, dan sebagainya yang bukan wajib. Kedua, bertakwa, yaitu takut mengabaikan perintah-Nya atau melanggar larangan-Nya.

Ketiga, membenarkan kebaikan Allah, yaitu mengakui nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya lalu mensyukurinya. Nikmat terbesar Allah yang ia akui adalah surga. Oleh karena itu, ia tidak segan-segan beramal di dunia untuk memperolehnya, di antaranya membantu antara sesama manusia.

Kepada mereka yang melakukan tiga aspek perbuatan baik di atas, Allah akan memberikan kemudahan bagi mereka, yaitu kemudahan untuk memperoleh keberuntungan di dunia maupun di akhirat.

Isi Kandungan Kosakata

1. Bakhila بَخِلَ (al-Lail/92: 8)

Kata bakhila berasal dari kata bakhila-yabkhalu-bukhlan wa bakhalan yang berarti menahan sesuatu yang tidak berhak ditahan, antonim dari kata al-karam yang berarti pemurah. Al-Bakhīl adalah sebutan untuk orang yang sangat kikir. Bentuk jamaknya adalah bukhalā'. Ada dua macam bukhl yaitu bakhil untuk dirinya sendiri dan bakhil untuk orang lain (an-Nisā’/4: 37). Kata ini dengan berbagai bentuk turunannya terulang sebanyak 12 kali dalam Al-Qur’an. Kesemuanya menunjukkan pada makna kikir. Ayat-ayat ini menjelaskan tentang orang-orang yang kikir, enggan memberi, dan merasa dirinya cukup, tidak membutuhkan sesuatu sehingga mengabaikan orang lain atau mengabaikan tuntunan Allah dan rasul-Nya serta mendustakan kalimat-Nya. Allah akan memudahkan baginya kesukaran, yaitu menyiapkan baginya aneka jalan untuk menuju kepada hal-hal yang mengantarkannya kepada kesulitan dan kecelakaan yang abadi.

2. Istagnā اِسْتَغْنَى (al-Lail/92: 8)

Kalimat istagnā merupakan bentuk fi‘il māḍī dari kata ganiyy yang berarti merasa berkecukupan. Kata ini berasal dari akar kata yang terdiri dari huruf gain, nūn, dan yā’. Ada beberapa macam pengertian dari kata ini yaitu pertama, tidak membutuhkan sesuatu sama sekali atau tidak menggantungkan kebutuhannya kepada yang lain. Sifat ini hanyalah untuk Allah. Dari sini lahir kata gāniyah sebutan untuk wanita yang tidak kawin dan merasa berkecukupan hidup di rumah orang tuanya atau merasa cukup hidup sendirian tanpa bersuami. Kedua, sedikit sekali kebutuhannya atau merasa cukup. Ketiga, yang terpenuhi segala kebutuhannya.

Di dalam Al-Qur’an, kata istagnā terulang sebanyak 4 kali. Kesemuanya menunjuk pada makna merasa cukup, satu kali dinisbahkan kepada Allah (at-Tagābun/64: 6) bahwa Allah tidak memerlukan mereka dan 3 kali dinisbahkan kepada manusia dalam arti negatif yaitu mereka merasa serba cukup, tidak membutuhkan pertolongan Allah. Dalam Al-Qur’an dan hadis, kalimat ini tidak selalu diartikan dengan banyaknya harta kekayaan. Dalam hadis yang cukup populer, Nabi saw mengatakan bahwa ginā (kekayaan) tidak dinilai dengan banyaknya harta benda tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati.

Kebalikan dari ayat-ayat sebelumnya yang berkenaan dengan akibat baik yang akan diterima bagi siapa yang memberi dan bertakwa, maka ayat ini menjelaskan bahwa bagi orang-orang bakhil lagi kikir dan merasa dirinya serba cukup sehingga tidak membutuhkan Allah dan orang lain, telah disiapkan kesulitan dan kesengsaraan yang abadi.