يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ
Yakhtaṣṣu biraḥmatihī may yasyā'(u), wallāhu żul-faḍlil-‘aẓīm(i).
Dia menentukan rahmat-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki dan Allah memiliki karunia yang besar.
Dia juga menentukan rahmat-Nya, yakni kenabian dan risalah, kepada siapa yang Dia kehendaki. Allah memiliki karunia yang besar, tidak seorang pun bisa melawan-Nya dan menghalangi-Nya kepada siapa karunia itu akan diberikan. Rangkaian ayat-ayat ini mengajari manusia agar tidak dengki atas karunia yang Allah berikan kepada orang lain, sebab hal itu hanya akan mendorong seseorang melakukan perilaku buruk lainnya.
Rahmat Allah yang diberikan kepada nabi adalah suatu karunia Allah semata. Karunia Allah sangat luas dan rahmat-Nya merata pada setiap hamba-Nya. Tak ada seorang pun yang dapat mempengaruhi Allah dalam memberikan karunia itu. Maka Allah berhak untuk menambah rahmat dan karunia-Nya kepada hamba-Nya sesuai dengan keadilan-Nya, tidak seperti pendapat Ahli Kitab bahwa rahmat Allah dan karunia-Nya, untuk mereka saja. Dengan demikian Allah mempunyai kekuasaan yang tak terbatas untuk mengutus nabi menurut kehendak-Nya. Jika Allah mengutus seorang nabi dari satu bangsa tertentu, hal itu semata-mata karena limpahan karunia dan rahmat-Nya semata.
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa penilaian Allah terhadap seseorang pada dasarnya adalah sama. Tidak ada seorang pun yang melebihi orang lain kecuali dengan takwanya. Keutamaan itu hanyalah datang dari Allah yang diberikan kepada seseorang menurut kehendak-Nya.
Talbisūn تَلْبِسُوْنَ (Āli ‘Imrān/3: 71)
Talbisūn merupakan bentuk jamak dari kata kerja labisa-yalbisu yang artinya berpakaian, menutupi, mengaburkan, dan mencampuradukkan. Yang dimaksud pada ayat ini adalah upaya untuk mengaburkan atau menutupi kebenaran dengan mencampuradukkan antara yang benar dan yang batil, baik melalui penakwilan, maupun beragam alasan dan dalih. Tujuan yang ingin dicapai dengan upaya ini adalah untuk menyesatkan. Cara yang ditempuh dalam pencampuradukan kebenaran dengan kebatilan ini dapat dengan propaganda. Sebagian isinya memang benar, bahkan bisa jadi banyak yang benar. Namun, di celah-celah kebenaran itu ternyata telah disisipkan kebohongan-kebohongan dalam bentuk yang halus, sehingga tidak terdeteksi oleh para pendengarnya, kecuali mereka yang jeli dan teliti. Kebohongan itu sengaja disertakan dengan tujuan untuk menyesatkan masyarakat. Oleh sebab itu, Allah mempertanyakan sikap mereka yang mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan padahal mereka telah menerima informasi tentang kebenaran tersebut.

