۞ فَلَمَّآ اَحَسَّ عِيْسٰى مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ اَنْصَارِيْٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ قَالَ الْحَوَارِيُّوْنَ نَحْنُ اَنْصَارُ اللّٰهِ ۚ اٰمَنَّا بِاللّٰهِ ۚ وَاشْهَدْ بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ
Falammā aḥassa ‘īsā minhumul-kufra qāla man anṣārī ilallāh(i), qālal-ḥawāriyyūna naḥnu anṣārullāh(i), āmannā billāh(i), wasyhad bi'annā muslimūn(a).
Ketika Isa merasakan kekufuran mereka (Bani Israil), dia berkata, “Siapakah yang akan menjadi penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?” Para hawari (sahabat setianya) menjawab, “Kamilah penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah dan saksikanlah sesungguhnya kami adalah orang-orang muslim.
Meski Nabi Isa telah berupaya untuk mengajak mereka kepada tauhid dan diperkuat oleh berbagai mukjizat, mereka tetap menolak bahkan mengancam akan menyalibnya. Maka ketika Isa merasakan keingkaran mereka, Bani Israil, dia berkata, “Siapakah yang akan menjadi penolongku untuk menegakkan agama Allah?” Para Hawariyyun, sahabat-sahabat setianya, menjawab, “Kamilah penolong agama Allah. Kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang muslim, yaitu orang-orang yang benar-benar berserah diri kepada Allah.
Pada ayat ini dan ayat berikutnya diterangkan hubungan Nabi Isa, dengan kaumnya, dan apa yang telah dijalaninya dari mereka; baik berupa hambatan-hambatan, tantangan, kekerasan, serta rencana-rencana untuk membunuhnya. Selain itu Allah juga menerangkan pertolongan-pertolongan yang telah diberikan kepada golongan orang yang mengakui keesaan Allah, serta ancaman-ancaman-Nya yang disampaikan kepada orang-orang kafir, dan siksaan yang menimpa mereka di dunia dan di akhirat.
Tatkala Isa a.s. meyakini bahwa kaumnya Bani Israil tetap dalam kekafiran dan menemui penolakan yang keras dari mereka, bahkan bermaksud menyakitinya, bertanyalah dia “Siapakah penolong-penolongku kepada Allah?” Isa benar-benar menemui tantangan yang keras dari orang Yahudi, mereka mengerumuninya dan memperolok-oloknya. Mereka berkata, “Apakah yang telah dimakan oleh si anu tadi malam, apa yang disimpannya di rumahnya untuk besok pagi?” Walaupun Isa a.s. dapat menjawabnya, namun mereka tetap memperolok-oloknya.
Pada cerita ini terdapat pelajaran bagi Nabi Muhammad saw, dan sekaligus menjadi penghibur baginya. Di sini terbukti bahwa walaupun banyak dikemukakan mukjizat-mukjizat para nabi, tidaklah dengan sendirinya membawa kepada iman. Keimanan itu tergantung kepada manusia yang diajak apakah bersedia untuk menerimanya.
Pada saat meningkatnya tantangan dan ancaman itulah Isa mengatakan kepada kaum Hawari, siapa yang bersedia menyerahkan jiwanya kepada Allah dan menolong rasul-Nya. Hawariyūn menjawab, “Kamilah penolong agama Allah”, mereka menyediakan tenaga mereka untuk memperteguh dakwah Rasul Allah dan bersedia memegang teguh ajaran-ajarannya serta meninggalkan ajaran-ajaran yang lalu yang salah. Pertolongan yang diminta Isa a.s. ini tidak menuntut mereka mengikuti peperangan tapi cukup dengan mengamalkan ajaran agama dan dakwahnya.
Hawariyūn adalah segolongan orang di antara Bani Israil yang beriman kepada Almasīḥ, dan bersedia membantu, menolongnya dan mengikuti cahaya yang diturunkan kepadanya (Aṣ-Ṡaff/61:14). Mereka menyatakan kepada Isa a.s. bahwa mereka beriman kepada Allah dan memohon kesaksian bahwa mereka adalah orang-orang yang berserah diri”. Pernyataan ini merupakan faktor yang membawa kemenangan dalam menghadapi perlawanan musuh-musuhnya. Mereka memohon agar mereka dimasukkan ke dalam golongan orang yang mengakui keesaan Allah.
Almasīḥ اَلْمَسِيْح (Āli ‘Imrān/3: 45)
Kisah Nabi Isa dimulai dari saat Maryam mendapat berita gembira melalui firman Allah, bahwa akan lahir seorang anak darinya tanpa perantara seorang bapa, bernama Almasih (Isa). Almasīḥ, bahasa Yunani christos, berarti yang diminyaki; raja-raja dan pendeta-pendeta diberi perminyakan suci untuk melambangkan penahbisan dalam jabatan mereka. Dalam bahasa Yahudi dan Arab ialah Almasīḥ. Kalau Muhammad adalah Nabi terakhir bagi umat manusia, maka Isa adalah Nabi terakhir Bani Israil. Di dalam Qur′an kadang disebut nama gelarnya, Almasīh (an-Nisā′/4: 157; al-Mā′idah/5: 72), adakalanya disebut anak Maryam (al-Mā′idah/5: 110, 114 dan 116) atau dengan nama dirinya, Isa (al-Baqarah/2: 136; Āli ‘Imrān/3: 59); atau Jesus dari bahasa Latin Iesus dan bahasa Yunani Iesous, yang berasal dari bahasa Ibrani Yeshua, pembela Jehovah. Disebut juga Yesus Kristus atau Yesus dari Nazaret.
Tentang nasabnya, di dalam Perjanjian Baru dihubungkan kepada Yusuf anak Eli, disebut bahwa Yusuf dari keturunan Nabi Daud dan tinggal di Nazaret. Untuk memastikan keturunan demikian tidak mudah, karena dalam silsilah Yesus dalam Injil Matius (1. 1-17) tidak sama dengan yang terdapat dalam Injil Lukas (3. 23-38), kendati dari keduanya sama-sama bermuara pada Ibrahim a.s. melalui Yakub dan Ishak. Lukas menyebutkan bahwa antara Daud sampai kepada Almasih ada 16 generasi, sementara Matius mengatakan 41 generasi, di samping perbedaan nama-nama.
Keterangan di dalam kedua Injil itu bahwa Yesus anak Yusuf tidak berarti bahwa ketika Maria mengandung, Yusuf sudah menikah dengan Maria. Ketika itu datang malaikat Gabriel kepada Maria dan terjadi dialog panjang bahwa Maria “… akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus.” Maria berkata: “… Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami…” (Lukas 1.28-35). Dalam ayat ini tidak disebutkan ayah Nabi Isa. Al-Qur′an hanya menyebutkan Nabi Isa lahir tanpa ayah sebagai bukti kekuasaan Allah dalam penciptaan, meskipun Al-Qur′an mengatakan penciptaan Isa sama dengan penciptaan Adam (Āli ‘Imrān/3: 59). Ia mengakhiri tugasnya dalam waktu sekitar tiga tahun, dari 30 sampai 33 tahun usianya, ketika dalam penglihatan musuh-musuhnya ia disalib. Menurut Al-Qur′an, Isa tidak dibunuh tetapi diwafatkan dan diangkat ke sisi Allah serta disucikan dari tangan kotor manusia (Āli ‘Imrān/3: 55).

