فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ ۢبِالْمُفْسِدِيْنَ ࣖ
Fa in tawallau fa innallāha ‘alīmum bil-mufsidīn(a).
Jika mereka berpaling, (ketahuilah) bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan.
Kemudian jika mereka tetap berpaling meski sudah diberikan bukti-bukti kemahakuasaan, kemahaperkasaan, dan kemahaesaan Allah, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan, baik melalui perkataan, perbuatan maupun keyakinannya.
Apabila mereka menolak agama tauhid berarti mereka termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Mereka dianggap berpaling karena menolak untuk mengikuti dan membenarkan kerasulan Muhammad, dan tidak mau menerima keyakinan tentang keesaan Tuhan yang dibawa oleh beliau dan tidak berani mengabulkan ajakan mubāhalah.
Allah Maha Mengetahui mental orang-orang yang membuat kerusakan dan mempunyai niat jahat yang mereka simpan dalam hati mereka.
Mutawaffīka مُتَوَفِّيْكَ (Āli ‘Imrān/3: 55)
Akar katanya adalah (وفي), artinya sempurna. Jika dikaitkan dengan janji berarti menunaikan janjinya dengan baik dan sempurna. Wafat berarti mati, karena Allah telah mengambil rohnya secara penuh, atau Allah telah menyempurnakan ajalnya.
Dalam ayat ini, kata mutawaffika berarti “mencukupkan sepenuhnya waktumu di bumi, mengambil sesuatu sepenuhnya dan tak ada yang tertinggal”; Allah akan mengambil engkau dan mengangkat engkau kepada-Ku,” juga dapat berarti “Allah mencukupkan sepenuhnya selama waktumu di tengah-tengah kaummu.”
Penafsiran di atas berbeda sekali dengan yang terdapat dalam beberapa tafsir lain yang menegaskan Nabi Isa sudah mati seperti dalam penafsiran Ahmadiyah dan Bibel. Beberapa arti dan perbandingan dapat dilihat dalam (Matius xxvii.32-38) diuraikan cukup panjang lebar. Ayat ini membantah anggapan orang-orang Nasrani yang mengatakan bahwa Nabi Isa mati disalib oleh musuh-musuhnya.

