وَلَا يَأْمُرَكُمْ اَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلٰۤىِٕكَةَ وَالنَّبِيّٖنَ اَرْبَابًا ۗ اَيَأْمُرُكُمْ بِالْكُفْرِ بَعْدَ اِذْ اَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ ࣖ
Wa lā ya'murakum an tattakhiżul-malā'ikata wan-nabiyyīna arbābā(n), aya'murukum bil-kufri ba‘da iż antum muslimūn(a).
Tidak (sepatutnya) pula dia menyuruh kamu menjadikan para malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruh kamu (berbuat) kekufuran setelah kamu menjadi muslim?
Begitu juga, tidak mungkin bagi seorang rasul menyuruh kalian menjadikan para malaikat dan para nabi sebagai Tuhan. Apakah patut dia menyuruh kamu menjadi kafir setelah kamu menjadi muslim, pemeluk Islam yang inti ajarannya adalah tauhid? Ini menunjukkan sifat utama para rasul--juga mereka yang melanjutkan dakwah para rasul--yaitu al-amin, atau bisa dipercaya dalam segala hal, terutama dalam melaksanakan tugas dakwah.
Tidak pantas bagi seorang manusia yang telah diberi wahyu oleh Allah, kemudian memerintahkan kepada manusia untuk menjadikan malaikat dan para nabi sebagai Tuhan. Hal itu seluruhnya tidak pernah dilakukan oleh para Nabi termasuk Nabi Muhammad saw. Yang pernah terjadi ialah orang-orang Arab menyembah malaikat. Orang Yahudi menyembah Uzair dan orang-orang Nasrani menyembah Al-Masih, yang dianggap sebagai putra Tuhan. Semua tindakan ini bertentangan dengan ajaran-ajaran yang dibawa oleh para nabi karena nabi-nabi itu semuanya menyuruh manusia untuk menyembah Allah Yang Maha Esa.
Rabbāniyyīn رَبَّانِيِّيْن َ (Āli ‘Imrān/3: 79)
Secara etimologis, rabbāniyyīn adalah jamak dari kata rabbāni. Kata rabbāni adalah menisbatkan sesuatu kepada Rabb, yaitu Tuhan. Jika dikaitkan dengan orang, kata ini berarti orang yang telah mencapai derajat makrifat kepada Allah atau orang yang sangat menjiwai ajaran agamanya. Dalam ayat ini Allah memerintahkan Ahli Kitab untuk menisbatkan diri mereka kepada Allah, artinya mengikhlaskan diri beribadah hanya kepada Allah, bukan kepada selain Allah sesuai dengan ajaran Alkitab yang mereka pelajari.

