فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ ࣖ
Fa sabbiḥ bismi rabbikal-‘aẓīm(i).
Maka, bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Agung.
Maka bertasbihlah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Mahaagung serta sucikanlah Dia dari segala hal yang tidak layak bagi-Nya.
Oleh karena itu, Nabi Muhammad diperintahkan untuk bertasbih dengan menyebut nama Allah dan bersyukur kepada-Nya karena Dia telah melimpahkan rahmat yang tidak terhingga kepadanya dan kepada seluruh manusia berupa Al-Qur’an, sebagai petunjuk dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Sesungguhnya Tuhan yang telah memberi rahmat itu adalah Tuhan Yang Mahaagung.
1. Al-Watīn الْوَتِيْنُ (al-Ḥāqqah/69 : 46)
Kata al-Watīn terambil dari kata watana-yatinu-wutūnan atau watinatan. Kata ini memiliki makna urat atau pembuluh yang mengalir pada hati, jika pembuluh itu berhenti mengalir berarti sang pemilik hati telah mati. Kata al-watīn ada juga yang memahaminya dalam arti urat yang berhubungan dengan jantung, ada juga yang menyatakan ia adalah urat nadi yang terdapat di leher seperti yang difirmankan Allah dalam Surah Qāf/50: 16. Dari makna-makna di atas dapat disimpulkan bahwa kata al-watīn adalah sesuatu yang memiliki makna vital bagi kehidupan manusia. Dengan urat atau pembuluh tersebut, manusia bisa hidup atau mati.
Ayat ini bermaksud menyatakan bahwa seandainya Muhammad melakukan kebohongan atau mengada-ada seperti tukang ramal atau tukang tenung, niscaya dia tidak akan bertahan hidup karena Tuhan akan segera menyiksa dan membinasakannya dengan cara memotong urat tali jantungnya. Namun demikian, hal itu tidak akan terjadi karena Muhammad bukanlah seorang kāhin (tukang tenung) atau tukang ramal. Hal ini merupakan bukti bahwa apa yang beliau sampaikan adalah benar-benar wahyu dari Allah.
2. Ḥājizīn حَاجِزِيْنَ (al-Ḥāqqah/69: 47)
Kata ḥājizīn merupakan bentuk jamak dari ḥājiz yang berasal dari kata ḥajaza-yaḥjazu-ḥajzan yang berarti menghalangi/memisahkan antara dua hal, atau sesuatu yang memisahkan antara keduanya. Firman Allah: “wa ja‘ala baina al-baḥraini ḥājizān” berarti “dan Kami jadikan antara kedua laut itu pemisah”. Kota Mekah disebut dengan negeri Ḥijāz karena posisinya yang memisahkan antara kota Syam dan padang pasir (daerah pedalaman). Al-Ḥijāz juga diartikan dengan tali kekang yang menghubungkan pinggang unta ke pergelangannya. Dari beberapa pengertian di atas, lafal al-ḥājiz berkisar pada makna pembatasan, pencegahan, pengekangan, penghalangan, penahanan, dan pemisahan.
Pada ayat ini, Allah menjelaskan bahwa Muhammad bukanlah seorang pembohong seperti yang dituduhkan orang-orang kafir. Seandainya dia adalah tukang tenung, maka niscaya Allah akan membinasakannya dan tidak ada seorang pun yang bisa menjadi penghalang atau pencegah atas kehendak-Nya. Artinya, jika Allah berkehendak untuk memotong urat jantung Nabi Muhammad sehingga dia tidak akan bertahan hidup, tentu sekali-kali tidak seorang pun yang bisa mencegah atau melarang-Nya.

