فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ ۖ
Falaqtaḥamal-‘aqabah(ta).
Maka, tidakkah sebaiknya dia menempuh jalan (kebajikan) yang mendaki dan sukar?
Kami telah menganugerahkan itu semua kepada manusia, tetapi mengapa dia tidak mau menempuh jalan yang mendaki dan sukar, padahal itu baik baginya? Melakukan kebaikan tidak jarang memerlukan perjuangan dan kesabaran. Begitulah kehidupan dunia, semuanya terasa berat.
Dalam ayat ini, Allah bertanya, “Apakah tidak sebaiknya ia merapikan jalan mendaki yang terjal?” Artinya, manusia seharusnya bekerja keras dan berjuang semaksimal mungkin mengatasi segala rintangan supaya berhasil menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan besar dan meninggalkan jasa-jasa besar.
1. Al-‘Aqabah الْعَقَبَة (al-Balad/90: 11)
Kata ‘aqabah secara harfiah berarti jalan di pegunungan, atau jalan yang mendaki lagi sukar. Kata ini diambil dari kata ‘aqibu kulli syai' yang berarti bagian akhir dari segala sesuatu. Ada beberapa riwayat mengenai makna kata ini. Kata ‘aqabah menurut riwayat Ibnu ‘Umar berarti sebuah gunung di neraka Jahanam; menurut riwayat Ka‘b al-Ahbar berarti tujuh puluh anak tangga di neraka Jahanam; menurut riwayat Qatādah berarti jalan di pegunungan yang terjal dan sulit. Maksudnya, umat Islam diperintahkan untuk melewati akibat-akibat yang sulit itu dengan cara berbuat taat kepada Allah.
2. Żī Masgabah ذِيْ مَسْغَبَةٍ (al-Balad/90: 14)
Kata żī berarti yang memiliki. Dan kata masgabah berarti paceklik. Ia adalah maṣdar dari kata sagaba yang berarti lapar. Menurut pendapat lain, artinya adalah lapar yang disertai letih. Makna ini senada dengan seluruh riwayat. Di dalam ayat ini kita diperintahkan untuk memberi makan pada hari ketika terjadi makanan menjadi sesuatu yang berharga.

