v2.9
Geligi Animasi
Geligi Semua Satu Platform
Ayat 49 - Surat Al-‘Ankabūt (Laba-Laba)
العنكبوت
Ayat 49 / 69 •  Surat 29 / 114 •  Halaman 402 •  Quarter Hizb 41 •  Juz 21 •  Manzil 5 • Makkiyah

بَلْ هُوَ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ فِيْ صُدُوْرِ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَۗ وَمَا يَجْحَدُ بِاٰيٰتِنَآ اِلَّا الظّٰلِمُوْنَ

Bal huwa āyātum bayyinātun fī ṣudūril-lażīna ūtul-‘ilm(a), wa mā yajḥadu bi'āyātinā illaẓ-ẓālimūn(a).

Sebenarnya, ia (Al-Qur’an) adalah ayat-ayat yang jelas di dalam dada orang-orang yang berilmu. Tidaklah mengingkari ayat-ayat Kami, kecuali orang-orang zalim.

Makna Surat Al-‘Ankabut Ayat 49
Isi Kandungan oleh Tafsir Wajiz

Sebenarnya Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang jelas, tidak ada sedikit pun keraguan padanya, yang terpelihara di dalam dada orang-orang yang berilmu, baik melalui tradisi hafalan turun-temurun sehingga tidak seorang pun dapat mengubahnya maupun dari segi pemahaman dan pengamalannya. Hanya orang-orang yang zalim yang mengingkari ayat-ayat Kami dengan menutup diri dari kebenaran Al-Qur’an.

Isi Kandungan oleh Tafsir Tahlili

Ayat ini menegaskan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an merupakan petunjuk Allah, tidak ada kesamaran sedikit pun tentang pengertiannya. Allah memudahkan penafsirannya bagi orang-orang yang ingin mencari kebenaran yang hakiki. Dalam ayat yang lain, Allah berfirman:

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْاٰنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُّدَّكِرٍ ١٧ (القمر)

Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? (al-Qamar/54: 17)

Para Ahli Kitab yang ingin mencari kebenaran, dengan mudah dapat memahami Al-Qur’an. Dengan demikian, mereka mau beriman kepadanya dan meyakini bahwa Muhammad adalah benar-benar seorang rasul. Allah berfirman kepada Nabi Muhammad agar mengatakan kepada orang-orang kafir yang tidak percaya kepada kerasulan beliau:

وَيَقُوْل الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَسْتَ مُرْسَلًا ۗ قُلْ كَفٰى بِاللّٰهِ شَهِيْدًاۢ بَيْنِيْ وَبَيْنَكُمْۙ وَمَنْ عِنْدَهٗ عِلْمُ الْكِتٰبِ ࣖ ٤٣ (الرّعد)

Dan orang-orang kafir berkata, “Engkau (Muhammad) bukanlah seorang Rasul.” Katakanlah, “Cukuplah Allah dan orang yang menguasai ilmu Al-Kitab menjadi saksi antara aku, dan kamu. (ar-Ra’d/13: 43)

Maksud ayat di atas adalah ulama-ulama Ahli Kitab menjadi saksi atas kerasulan Muhammad, karena telah membaca dalam kitab-kitab mereka akan kedatangannya. Dengan demikian, ada di antara Ahli Kitab yang beriman kepada Nabi Muhammad, di antaranya orang-orang yang telah disebutkan di atas.

Allah menegaskan lagi bahwa Al-Qur’an itu terpelihara dalam dada kaum Muslimin. Mereka menghafalnya secara turun temurun sehingga tidak seorangpun dapat mengubahnya.

Selanjutnya ayat ini menerangkan bahwa tidak ada seorang pun yang mengingkari ayat-ayat Allah, kecuali orang-orang yang zalim. Ayat ini merupakan isyarat bagi Ahli Kitab bahwa mereka telah mengetahui dari kitab suci mereka tentang kenabian Muhammad dan penurunan Al-Qur’an kepadanya. Namun demikian, banyak di antara mereka yang mengingkari kebenaran itu setelah mengetahuinya. Allah berfirman:

فَلَمَّا جَاۤءَهُمْ مَّا عَرَفُوْا كَفَرُوْا بِهٖ ۖ فَلَعْنَةُ اللّٰهِ عَلَى الْكٰفِرِيْنَ

Ternyata setelah sampai kepada mereka apa yang telah mereka ketahui itu, mereka mengingkarinya. Maka laknat Allah bagi orang-orang yang ingkar. (al-Baqarah/2: 89)

Selain bermakna isyarat bagi Ahli Kitab, ayat ini juga merupakan cercaan Allah yang ditujukan kepada orang-orang musyrik Mekah yang mengingkari ayat-ayat-Nya. Mereka tidak percaya kepada Al-Qur’an dan kerasulan Muhammad saw yang sudah menjadi kebenaran yang nyata. Mereka ini disebut oleh Allah sebagai orang yang zalim. Sifat zalim ini adalah sifat yang paling tepat bagi mereka karena menyembunyikan kebenaran yang sebetulnya telah mereka ketahui. Allah berfirman:

وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنْ كَتَمَ شَهَادَةً عِنْدَهٗ مِنَ اللّٰهِ ۗ

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menyembunyikan kesaksian dari Allah yang ada padanya? (al-Baqarah/2: 140)

Isi Kandungan Kosakata

Walā Takhuṭṭuhu وَلاَ تَخُطُّهُ (al-’Ankabūt/29: 48)

Kata walā takhuṭṭuhu yang bersambung dengan kata biyamīnik, dalam Al-Qur’an, hanya disebut dalam ayat ini. Perkataan ini berarti “dan engkau tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu”. Penegasan ini dikemukakan Allah untuk menunjukkan bahwa Nabi Muhammad sebelum Al-Qur’an diturunkan kepadanya belum pernah membaca sebuah kitab pun dan juga tidak pernah menulisnya. Ia seorang nabi yang ummī, tidak pandai baca tulis. Menurut pendapat Ibnu ‘Abbās, aḍ-Ḍahhak, dan Ibnu Juraij, Nabi Muhammad benar-benar seorang nabi yang tidak bisa menulis dan membaca. Seandainya Nabi Muhammad pernah tekun membaca kitab sekaligus menulisnya dengan tangan kanannya, niscaya Al-Qur’an yang disampaikan kepada manusia akan diragukan, terutama oleh kalangan kaum Yahudi. Mereka berdalih bahwa Al-Qur’an itu pasti karya dan tulisan Muhammad. Kata walā takhuṭṭuhu biyamīnik dan juga ungkapan lātatlu min kitāb sebelumnya di awal ayat, difirmankan Allah untuk membantah hal tersebut.