وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَنُدْخِلَنَّهُمْ فِى الصّٰلِحِيْنَ
Wal-lażīna āmanū wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāti lanudkhilannahum fiṣ-ṣāliḥīn(a).
Orang-orang yang beriman dan beramal saleh pasti akan Kami masukkan mereka dalam (golongan) orang-orang saleh.
Dan orang-orang yang beriman dan membuktikan keimanannya itu dengan mengerjakan kebajikan mereka pasti akan Kami masukkan mereka ke dalam golongan orang yang saleh yang akan mendapatkan kenikmatan di surga.
Kemudian ditegaskan kembali kedudukan orang-orang yang beriman dan berbuat baik serta orang yang senantiasa menyucikan jiwanya. Mereka akan dimasukkan dalam kelompok orang-orang saleh, dan ditempatkan dalam surga “Jannātun na’īm”.
Allah memasukkan mereka ke dalam golongan orang-orang saleh sebagai ganjaran yang dianugerahkan kepada siapa saja yang memilih untuk mengindahkan perintah Allah dan rasul-Nya daripada perintah orang tua yang bersifat kedurhakaan. Keengganan anak mengikuti perintah orang tuanya pasti mengakibatkan kekeruhan hubungan antara kedua pihak. Untuk itu, Allah menjanjikan kepada sang anak bahwa ia akan diberi ganti yang lebih baik, yaitu akan dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang saleh.
Aṣ-Ṣālihīn di sini maksudnya adalah kelompok orang-orang yang sangat berbakti kepada Allah dan yang bergabung dengan kelompok para nabi dan lain-lain, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah dalam Surah an-Nisā’/4: 69:
وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ فَاُولٰۤىِٕكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيْقِ يْنَ وَالشُّهَدَاۤء ِ وَالصّٰلِحِيْن َ ۚ وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ رَفِيْقًا ٦٩ (النساۤء)
Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (an-Nisā’/4: 69)
Jāhadāka جَاهَدَاكَ (al-’Ankabūt/29 : 8)
Jāhadāka berasal dari kata al-juhdu yang bermakna kemampuan. Sedangkan jihad berarti mencurahkan usaha secara sungguh-sungguh untuk menanggulangi berbagai kesulitan atau untuk memerangi musuh. Menurut al-Asfahanī, jihad ada tiga macam: 1. angkat senjata memerangi musuh, 2. memerangi setan, 3. memerangi hawa nafsu. Jihad yang dimaksud dalam ayat ini bukan untuk mengangkat senjata karena berperang mengangkat senjata baru diizinkan setelah Nabi saw hijrah ke Medinah. Sedangkan Surah al-’Ankabūt turun di Mekah. Para ulama memaknai kata jihad dalam ayat ini sebagai usaha sungguh-sungguh melawan dorongan hawa nafsu apa saja karena objek yang harus dilawan tidak disebutkan dalam ayat ini.

