اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ ۗوَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ ۗوَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ
Utlu mā ūḥiya ilaika minal-kitābi wa aqimiṣ-ṣalāh(ta), innaṣ-ṣalāta tanhā ‘anil-faḥsyā'i wal-munkar(i), wa lażikrullāhi akbar(u), wallāhu ya‘lamu mā taṣna‘ūn(a).
Bacalah (Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu dan tegakkanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Sungguh, mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya daripada ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Untuk mengukuhkan bukti-bukti kebesaran dan kekuasaan-Nya yang terbentang di alam raya, maka bacalah, wahai Nabi Muhammad, Kitab suci Al-Qur’an yang telah diwahyukan kepadamu dan laksanakanlah salat secara berkesinambungan dan khusyuk sesuai syarat dan rukunnya. Sesungguhnya salat yang sesuai dengan tuntunan dan berkualitas itu mencegah seseorang dari terjerumus ke dalam perbuatan keji dan mungkar. Hal ini karena substansi salat adalah mengingat Allah, dan yang mengingat-Nya akan terpelihara dari dosa dan kemaksiatan. Dan ketahuilah, mengingat Allah, yakni salat, itu lebih besar keutamaannya dari ibadah yang lain. Allah senantiasa mengetahui apa yang kamu kerjakan, baik maupun buruk, dan akan memberikan balasan yang setimpal.
Ayat ini memerintahkan Nabi Muhammad agar selalu membaca dan memahami Al-Qur’an yang telah diturunkan kepadanya untuk men-dekatkan diri kepada Allah. Dengan memahami pesan-pesan Al-Qur’an, ia dapat memperbaiki dan membina dirinya sesuai dengan tuntutan Allah. Perintah ini juga ditujukan kepada seluruh kaum Muslimin. Penghayatan terhadap kalam Ilahi yang terus dibaca akan mempengaruhi sikap, tingkah laku, dan budi pekerti orang yang membacanya.
Setelah memerintahkan membaca, mempelajari, dan melaksanakan ajaran-ajaran Al-Qur’an, maka Allah memerintahkan agar kaum Muslimin mengerjakan salat wajib, yaitu salat lima waktu. Salat hendaklah dikerjakan sesuai rukun dan syaratnya, serta penuh kekhusyukan. Sangat dianjurkan mengerjakan salat itu lengkap dengan sunah-sunahnya. Jika dikerjakan dengan sempurna, maka salat dapat mencegah dan menghalangi orang yang mengerjakannya dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar.
Mengerjakan salat adalah sebagai perwujudan dari keyakinan yang telah tertanam di dalam hati orang yang mengerjakannya, dan menjadi bukti bahwa ia meyakini bahwa dirinya sangat tergantung kepada Allah. Oleh karena itu, ia berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, sesuai bacaan surat al-Fātiḥah dalam salat, “Tunjukkanlah kepada kami (wahai Allah) jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan jalan yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat.” Doa itu selalu diingatnya, sehingga ia tidak berkeinginan sedikit pun untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan yang keji dan mungkar.
Beberapa ulama tafsir berpendapat bahwa yang memelihara orang yang mengerjakan salat dari perbuatan keji dan mungkar itu ialah salat itu sendiri. Menurut mereka, salat itu memelihara seseorang selama orang itu memelihara salatnya, sebagaimana firman Allah:
حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوٰتِ وَالصَّلٰوةِ الْوُسْطٰى وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ قٰنِتِيْنَ ٢٣٨ (البقرة)
Peliharalah semua salat dan salat wusṭā. Dan laksanakanlah (salat) karena Allah dengan khusyuk. (al-Baqarah/2: 238)
Rasulullah saw menerangkan keutamaan dan manfaat yang diperoleh orang yang mengerjakan salat serta kerugian dan siksaan yang akan menimpa orang yang tidak mengerjakannya, sebagaimana tersebut dalam hadis:
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ ذَكَرَ الصَّلاَةَ يَوْمًا فَقَالَ: مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُوْرًا وَبُرْهَانًا وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَالمَ تَكُنْ لَهُ نُوْرًا وَلاَ بُرْهَانًا وَلاَ نَجَاةً وَكاَنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُوْنَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَاُبَيِّ بْنِ خَلَفَ. (رواه احمد والطبرانى عن عبد الله بن عمر)
Dari Nabi saw, bahwasanya ia pada suatu hari menyebut tentang salat, maka ia berkata, “Barang siapa yang memelihara salat, ia akan memperoleh cahaya, petunjuk, dan keselamatan pada hari Kiamat, dan barang siapa yang tidak memeliharanya, ia tidak akan memperoleh cahaya, petunjuk, dan keselamatan. Dan ia pada hari Kiamat bersama Karun, Fir‘aun, Hāmān, dan Ubai bin Khalaf. (Riwayat Aḥmad dan aṭ-Ṭabrānī dari ‘Abdullāh bin ‘Umar)
Nabi saw menerangkan pula keadaan orang yang mengerjakan salat lima waktu dengan sungguh-sungguh, lengkap dengan rukun dan syaratnya, tetap pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Orang yang demikian, kata Nabi, seakan-akan dosanya dicuci lima kali sehari, sehingga tidak sedikit pun yang tertinggal. Rasulullah saw bersabda:
اَرَاَيْ ُمْ لَوْ اَنَّ نَهَرًا بِبَابِ اَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقٰى مِنْ دَرَنِهِ شَيْئٌ؟ قَالُوْا لاَيَبْقٰى مِنْ دَرَنِهِ شَيْئٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللّٰهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا. (رواه الترمذي عن أبي هريرة)
“Bagaimanakah pendapatmu, andaikata ada sebuah sungai dekat pintu rumah salah seorang dari kamu, ia mandi di sungai itu lima kali setiap hari. Adakah masih ada dakinya yang tinggal barang sedikit pun?” Para sahabat menjawab, “Tidak ada daki yang tertinggal barang sedikit pun.” Rasulullah bersabda, “Maka demikianlah perumpamaan salat yang lima waktu, dengan salat itu Allah akan menghapus semua kesalahannya.” (Riwayat at-Tirmiżī dari Abū Hurairah)
Demikianlah perumpamaan yang diberikan Rasulullah saw tentang ke-adaan orang yang mengerjakan salat lima waktu dengan sungguh-sungguh hanya karena Allah.
Dari ayat dan hadis Rasulullah yang telah disebutkan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ada tiga sasaran yang hendak dituju oleh orang yang mengerjakan salat, yaitu: 1) timbulnya keikhlasan; 2) timbulnya sifat takwa kepada Allah; dan 3) selalu mengingat Allah.
Salat hendaknya bisa menimbulkan keikhlasan bagi orang yang menger-jakannya karena dikerjakan semata-mata karena Allah, untuk memurnikan ketaatan hanya kepada-Nya. Sebagai perwujudan dari ikhlas ini pada diri seseorang ialah timbulnya keinginan di dalam hatinya untuk mengerjakan segala sesuatu yang diridai Allah.
Bertakwa kepada Allah maksudnya ialah timbulnya keinginan bagi orang yang mengerjakan salat itu untuk melaksanakan semua yang diperintahkan Allah dan menjauhi semua yang dilarang-Nya. Dengan salat seseorang juga akan selalu mengingat Allah, karena dalam bacaan salat itu terdapat ucapan-ucapan tasbih, tahmid, dan takbir. Ia juga dapat merasakan keagungan dan kebesaran Allah.
Allah mengancam orang-orang yang tidak mengerjakan salat dengan azab neraka. Allah juga mengancam orang-orang yang mengerjakan salat karena ria dan orang-orang yang lalai dalam mengerjakannya. Allah berfirman:
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْ نَۙ ٤ الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ ٥ الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاۤءُوْنَۙ ٦ وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ ࣖ ٧ (الماعون)
(4) Maka celakalah orang yang salat, (5) (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya, (6) yang berbuat ria, (7) dan enggan (memberikan) bantuan. (al-Mā’ūn/107: 4-7)
Senada dengan ayat di atas, Rasulullah saw bersabda:
مَنْ صَلَّى صَلاَةً لمَ ْتَنْهَهُ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ لمَ ْيَزْدَدْ بِهَا مِنَ اللّٰهِ اِلاَّ بُعْدًا. (رواه ابن جرير عن اسماعيل بن مسلم بن الحسن)
Barang siapa yang telah mengerjakan salat, tetapi salatnya tidak dapat mencegahnya dari perbuatan keji dan perbuatan mungkar, maka salatnya itu tidak akan menambah sedikit pun (kepadanya), kecuali ia bertambah jauh dari Allah. (Riwayat Ibnu Jarīr dari Ismā’īl bin Muslim bin al-Ḥasan)
Selanjutnya ayat ini menerangkan bahwa mengingat Allah itu adalah lebih besar. Maksud pernyataan ini ialah salat merupakan ibadah yang paling utama dibanding dengan ibadah-ibadah yang lain. Oleh karena itu, hendaklah setiap kaum Muslimin mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Dengan perkataan lain bahwa kalimat ini menegaskan kembali kalimat sebelumnya yang memerintahkan kaum Muslimin mengerjakan salat dan menerangkan hikmah mengerjakannya.
Ibnu ‘Abbas dan Mujāhid menafsirkan kalimat “wa lażikrullāh akbar” (mengingat Allah itu adalah lebih besar) dengan penjelasan Rasulullah bahwa Allah mengingat para hamba-Nya lebih banyak dibandingkan dengan mereka mengingat-Nya dengan cara menaati-Nya. Nabi saw bersabda:
فَذِكْرُ اللّٰهِ اِيَّاكُمْ اَكْبَرُ مِنْ ذِكْرِكُمْ اِيَّاهُ (رواه البيهقي)
Allah lebih banyak mengingatmu daripada kamu mengingat-Nya. (Riwayat al-Baihaqī)
Hal ini sesuai dengan hadis qudsi Nabi saw:
مَنْ ذَكَرَنِيْ فِيْ نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِيْ نَفْسِيْ وَمَنْ ذَكَرَنِيْ فِيْ مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِيْ مَلاَءٍ هُمْ خَيْرٌ مِنْهُمْ. (رواه البخاري عن أبي هريرة)
Barang siapa yang mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku, dan siapa yang mengingat-Ku bersama-sama dengan suatu jamaah tentu Aku akan mengingatnya dalam kelompok yang lebih bagus daripada mereka. (Riwayat al-Bukhārī dari Abū Hurairah)
Aṣ-Ṣalāḥ اَلصَّلٰوة (al-’Ankabūt/29: 45)
Akar katanya adalah (ṣad-lam-huruf ilat) artinya berkisar pada dua hal yaitu: pertama, api, panas, dan sejenisnya; dan kedua, satu jenis ibadah yaitu salat . Ungkapan ṣalaitu asy-syāta artinya aku membakar daging kambing. Ungkapan ṣalla ar-rajul artinya menahan dan menghilangkan. Jika dikaitkan dengan makna pertama yaitu api, panas, maka artinya seseorang yang menjalankan salat dia akan menghindarkan diri dari panasnya api neraka. Sebagaimana juga ungkapan: marraḍa artinya menghilangkan sakit. Arti lain dari ṣalāh adalah doa, memberkati, dan mengagungkan. Ungkapan ṣallaitu alaih artinya aku berdoa untuknya. Dalam Al-Qur’an terdapat ungkapan yang menunjukkan bahwa Allah dan para malaikat mengucapkan salawat kepada Nabi Muhammad. Ungkapan ini oleh ulama diartikan bahwa salat dari Allah berarti mencurahkan rahmat, sedangkan dari malaikat berarti mendoakan dan memohonkan ampunan.

